Minggu, 02 November 2014

Tentang Buku Cerpen Kedua Saya

Tepat setahun lebih sebulan buku kedua saya, buku cerpen Kanuku Leon, terbit. Selama tahun 2014 saya merasa bersemangat menulis ide-ide, imajinasi baru dan cara pandang saya tentang tanah Timor tempat saya lahir dan juga keluarga besar saya. Saya beruntung punya kesempatan bertemu penutur-penurut hebat yang dari mereka saya temukan banyak hal yang kemudian memperkuat ide dan imajinasi saya. Saya terus menulis dan memang jarang mempublikasikan cerpen-cerpen tersebut ke jurnal atau koran. Rasa penasaran saya pada dongeng-dongeng dalam keluarga dan masyarakat tempat saya lahir justru terlalu besar energinya untuk menarik saya lebih dalam dan intens untuk mendengar dan membaca.
Jelang akhir tahun 2014, saya sampai pada titik mengompilasi cerpen yang sudah saya tulis, merancangnya dalam sebuah buku. Setelah menggarap Kanuku Leon saya memang bersemangat dan terus termotivasi untuk mengimplementasikan semua ide saya tentang sebuah buku sastra, baik dari segi isi, ilustrasi hingga sampul. Saya beruntung punya banyak sahabat yang hebat yang membantu saya dalam proses penyuntingan, diskusi, eksekusi ide ilustrasi dan sampul. Saya nikmati semua proses itu. Dan kini saya sudah tidak sabar lagi untuk menggarap buku cerpen kedua saya. Setelah bergonta ganti judul, saya rasa di awal November ini saya ketemu judul yang pas, setelah 2 hari menyepi, menulis dan melarikan diri dari sakit hati yang baru saja menyerang saya karena orang yang saya cintai ternyata lebih memilih orang lain. Ah sudahlah. Keterpurukan yang untungnya tak berlangsung lama malah melahirkan semangat baru untuk melanjutkan usaha penerbitan buku cerpen kedua saya, yang saya beri judul

Hau Kamelin dan Tuan Kamlasi

Ide besarnya masih seputar kearifan lokal orang Dawan Timor dan beberapa pandangan saya tentang keluarga yang membesarkan saya. Saya masih mengusung tema ekologi, sosial budaya dan tentunya cinta. Tentang keluarga, saya coba tulis apa yang saya sukai dan ketahui dengan ayah dan ibu saya.

Saya belum tahu pasti kapan buku ini bisa terbit. Saya mesti dan harus berkomunikasi dengan editor saya, bro Mario F Lawi dan kepada seniman hebat, teman baik saya Gerald Louis Fori. Saya ingin persembahkan buku ini untuk ayah dan ibu saya. Tak sabar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...