Senin, 05 Mei 2014

Manekat


Aku harusnya bisa lebih bersyukur sebab Tuhan mengirim kamu—gadis senja, mampir ke pantaiku. Kita adalah perasaan anak pantai yang menyambut cahaya pertama yang tumpah di atas tumpukan pasir putih dengan latar rimbunan kelapa menjulang ke awan dan bening teluk nan teduh: dikiranya surga. Surga ataukah Adam dan Hawa di taman Eden?

Pada akhirnya kita memang selalu bersua di taman Eden. Dua kali yang kuingat, dua kali itulah perasaan suka kita saling bertaut meski dengan waktu berbeda. Di kolong taman yang gulita dan hamparan terik matahari berjejak selatan.

Ada beribu kisah kita, baiklah tidak aku sebut di sini. Sebab akan kuganti alurnya. Aku suka bercerita yang sebenarnya, namun bagaimana jika yang kutulis ini adalah mimpi sederhanaku? Kau tahu, aku bisa sekali cemburu jika ada nama  dia tergantung di kepakan mimpimu. Oke, baiklah anggap saja yang kutulis ini cuma fiksi. Kita kembali ke taman Eden, kita rubah peran kita tidak sebagai Adam dan Hawa lagi. Seperti dulu saja, gadis senja dan aku—hujan. Kita tulis lagi kolong yang gulita dengan cerita ini: alkisah, cinta kita bertepuk sebelah tangan. Kau memilih dia dan aku terpuruk. Pada episode berikutnya, aku yang masih cinta, merebut kembali hatimu. Mungkin akan diselingi perang. Hingga bumi hancur dan usai. Ketika sadar, kita sama-sama tiba pada gerbang nyata. Kita adalah diri kita yang sejujur-jujurnya saling mencintai. Jika harus aku katakan, maka kau harusnya mengiyakan. Kita adalah hikmat yang sabar, kita adalah apapun yang dibangun-diciptakan sebagai proses yang indah: hidup itu sendiri.

Boleh aku memegang tanganmu?

Nonohonis 04/0514

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...