Aku harusnya bisa lebih bersyukur sebab
Tuhan mengirim kamu—gadis senja, mampir ke pantaiku. Kita adalah perasaan anak
pantai yang menyambut cahaya pertama yang tumpah di atas tumpukan pasir putih
dengan latar rimbunan kelapa menjulang ke awan dan bening teluk nan teduh:
dikiranya surga. Surga ataukah Adam dan Hawa di taman Eden?
Pada akhirnya kita memang selalu bersua
di taman Eden. Dua kali yang kuingat, dua kali itulah perasaan suka kita saling
bertaut meski dengan waktu berbeda. Di kolong taman yang gulita dan hamparan
terik matahari berjejak selatan.
Ada beribu kisah kita, baiklah tidak aku
sebut di sini. Sebab akan kuganti alurnya. Aku suka bercerita yang sebenarnya,
namun bagaimana jika yang kutulis ini adalah mimpi sederhanaku? Kau tahu, aku
bisa sekali cemburu jika ada nama dia
tergantung di kepakan mimpimu. Oke, baiklah anggap saja yang kutulis ini cuma
fiksi. Kita kembali ke taman Eden, kita rubah peran kita tidak sebagai Adam dan
Hawa lagi. Seperti dulu saja, gadis senja dan aku—hujan. Kita tulis lagi kolong
yang gulita dengan cerita ini: alkisah, cinta kita bertepuk sebelah tangan. Kau
memilih dia dan aku terpuruk. Pada episode berikutnya, aku yang masih cinta,
merebut kembali hatimu. Mungkin akan diselingi perang. Hingga bumi hancur dan
usai. Ketika sadar, kita sama-sama tiba pada gerbang nyata. Kita adalah diri
kita yang sejujur-jujurnya saling mencintai. Jika harus aku katakan, maka kau
harusnya mengiyakan. Kita adalah hikmat yang sabar, kita adalah apapun yang
dibangun-diciptakan sebagai proses yang indah: hidup itu sendiri.
Boleh aku memegang tanganmu?
Nonohonis
04/0514
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...