Sejak
awal mempromosikan proyek penerbitan buku Kanuku Leon saya sudah yakin jika
semuanya akan bisa terjadi. Meski usaha menerbitkan buku dengan jalan crowd-funding bukanlah hal yang umum di
NTT. Tapi saya sendiri sebenarnya terlalu percaya dengan kekuatan media sosial:
facebook, twitter, blog, dll dalam
mempengaruhi dan membuat orang ikut bergerak bersama kita. Dalam waktu dua
bulan berpromosi, terkumpulah dana sejumlah Rp.3.600.000,00 yang berhasil saya
kumpulkan dari 32 orang donatur. Uang sejumlah itu saya tambahkan dengan
teman-teman yang telah melakukan pre-order
dan selebihnya saya harus mengorek-ngorek isi tabungan saya. Memang
begitulah nasib penulis yang menerbitkan buku secara indie. Apapun itu saya tak
sekalipun gentar. Sebenarnya ada begitu banyak alternatif yang bisa kita
lakukan supaya buku kita bisa diterbitkan.
Saya
sendiri memakai cara crowd-funding
sebagai alternatif dengan harapan agar teman-teman yang mau membantu atau
menjadi donatur juga merasa punya tanggungjawab moril untuk mengembangkan
sebuah potensi dari pekerjaan kreatif. Aih, apa saya terlalu egois dan
berlebihan? Tidak. Maksud saya, menerbitkan buku sastra hanyalah satu dari
sekian banyak pekerjaan kreatif yang bisa dan sudah dilakukan anak-anak muda
NTT saat ini. Dan semua itu perlu mendapat apresiasi dan dukungan dari kita
semua. Saya kemudian menciptakan crowd-funding
dengan kontraprestasi tertentu, maksud saya agar teman-teman tidak sekedar ikut
menyumbang dana tetapi juga ikut merasakan timbal baliknya. Besar harapan saya
kontraprestasi tersebut bukan saja akan dirasakan sang penulis dengan sang
donatur saja melainkan juga oleh lebih banyak orang. Menjadi obat perangsang
bagi tumbuh kembang proses kreatif di NTT.
Saya
berpikir bahwa upaya untuk menumbuh-kembangkan kesusasteraan di NTT telah
ramai. Orang-orang muda NTT (juga yang tua dan memiliki semangat muda) dari
berbagai latar belakang seperti punya energi yang sama untuk berkarya, membentuk
komunitas, mementaskan hingga menerbitkan karya mereka lantas duduk bersama
berdiskusi dan saling mengapresiasi dengan sukacita. Saya kira ini iklim yang
baik. Dan semua yang dilakukan tidak semata-mata hanya oleh para penulis/pegiat
sastra saja. Gelombang dukungan selalu hadir dari kalangan pembaca bahkan yang
mengaku tidak terlalu suka sastra tapi semata karena mau mendukung karya
kreatif anak-anak NTT. Semacam ada rasa cinta yang tak bersyarat: untuk
kemajuan kebudayaan... ayoook bareng-bareng!
Apa
itu cuma imajinasi saya saja? Tidak. Saya sudah membuktikan itu lewat dukungan
teman-teman terhadap Kanuku Leon.
Ketika
menggarap proyek ini, saya sudah berpikir bahwa jangan sampai saya menjadi
egois. Semata orang lain mendonasikan uangnya untuk menerbitkan buku saya dan
yang akan untung adalah saya sendiri.
Tapi
kondisi yang sudah saya ceritakan di atas menafikan kekhawatiran saya. Itu
bahkan menjadi ide jual yang bisa saya pakai untuk mewujudkan Kanuku Leon.
Teman-teman
saya ajak untuk mewujudkan Kanuku Leon, sekalian ikut membesarkan sastra NTT.
Saya hanyalah setitik dari sebuah gelombang besar kesusasteraan NTT saat ini. Teman-teman
sudah banyak menerbitkan buku secara indie (self-publishing)
dan saya kira kita harus saling mendukung. Kanuku Leon bisa diwujudkan dengan
mengumpulkan dana dari teman-teman, setelah Kanuku Leon dicetak dan dijual, 50%
keuntungan dari penjualannya saya pakai untuk membeli lagi buku-buku sastra NTT
dan mendonasikannya ke rumah baca/taman baca dan perpus sekolah yang ada di
NTT. Sebenarnya saya juga menyisihkan sebagian buku untuk dijual ke kalangan
pelajar dengan harga terjangkau.
Berikut
ini daftar taman/rumah baca dan perpus sekolah di NTT serta daftar buku-buku
sastra karya penulis NTT:
1.
Taman Baca Namu Angu di Sumba
2.
Taman Baca Pelangi di Alor
3.
Taman Baca Pelangi di Manggarai
4.
Taman Baca Kamu Rote Ndao di Rote
5.
Taman Baca Kapela Noehaen, Amarasi
Timur, Kupang
6.
SMAN 1 Mollo Utara, TTS
7.
SMAN 1 Bajawa, Ngada
( (dan masih banyak lagi yang akan kami bagi)
Daftar Buku Sastra:
1. Malaikat
Hujan (Mario F Lawi)
2. Memoria
(Mario F Lawi)
3. Poetae
Verba (Mario F Lawi)
4. Karnaval
Airmata Tiga Musim (antologi Januario Gonzaga, Abner Midara dan Hiro Nitsae)
5. Pesona
Flobamora (Amanche Frank Oe Ninu)
6. Cerah
Hati (Christian Dicky Senda)
7. Kanuku
Leon (Christianto Senda)
8. Badut
Malaka (Robby Fahik)
9. Indigo
(Anaci Tnunay)
10. Jurnal
Sastra Santarang (Komunitas Dusun Flobamora)
11. Jurnal
Sastra Filokalia (Komunitas Santo Mikhael)
12. Katuas
Gaspar (Prim Nakfatu)
13. Hawa
(Sandra Olivia Frans)
14. Kuyup
Basahmu (Ishack Sonlay)
15. Mata
Likku (Christo Ngasi)
16. Avontur
(Ragil Sukriwul)
17. Fatamorgana
Langit Sabana (Prim Nakfatu)
18. Perempuan
Dari Lembah Mutis (Mezra E Pellondou)
19. Namaku
Tawwe Kabota (Mezra E Pellondou)
20. Loge
(Mezra E Pellondou)
(dan buku-buku lainnya)
Pada
akhirnya saya mengucapkan terima kasih untuk kawan-kawan semua yang sudah
mendukung terwujudkan Kanuku Leon, dan tersebarnya sejumlah buku sastra di NTT.
Terutama kepada 32 orang donatur yang telah ikut crowd-funding Kanuku Leon. Sesuai perjanjian kita akan ada 64
eksemplar Kanuku Leon yang akan disebar ke perpus sekolah/taman baca di NTT.
Salam
Christian Dicky Senda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...