Puisi
Christian Dicky Senda
/1/ Ende:
Bumi sedang berputar
dan aku Januari
Rokatenda meletus dan
tubuhku bermandikan abu
Suatu malam rintik menuai
resah
Aku dan segerombolan
anak muda setia dalam harap
Di sebuah taman kota
(dengan kanuku leon besar di tengah!)
Hujan memang mampir
sebentar saja
Karena ada yang
memikirkan hujan
Membilang hujan dan
ingin kawin dengan hujan
Malam di taman tetap
penuh sorak sorai
Hingga puisi tentang
cinta dan tali jemuran
Usai dibacakan, diam-diam
gadis berjilbab itu menangis
Di bawah beringin
yang sendu
(ia ingat, ia sedang
kasmaran)
Tiada bulan, sedikit
saja gemintang
Pesta pun usai dengan
tawa,
lagu selamat ulang tahun yang kepanjangan
dan sesi foto yang
tak ada dalam jadwal
tak lupa, mengembalikan
berpot-pot adenium pinjaman
Bumi sedang berputar
dan aku Januari
Rokatenda meletus dan
tubuhku bermandikan abu
Jeritan dimulai, lalu
mejadi abuabu: aku ende.
Ghost City by Atilla Kurt (www.3dm3.com) |
/2/ Solo:
Selamat malam
Waktu memang sengaja
diperlambat di sini
Di kota yang dengan
mudah kau temukan imaji
Dan punakawan
Dan aku sendiri,
bulan Mei
Ratusan anak muda
dikumpulkan penguasa
Diinapkan di hotel
mewah, dijejali makanan enak
Ketidakpastian atau
masa bodohlah dengan dirimu
Meragu atau mampuslah
gengsi
Satu dua jam didudukkan,
bersama-sama memutar jarum jam
Menjadikan sedikit
bermakna di wujud jendela dunia
Ah, tulis saja:
kamilah topik paling tren dan terkeren saat ini
Lalu minum kopi,
luapkan sisa ragu pada ampasnya
Yang mengakar di
pantat cangkir
Seolah ingin bilang:
jangan ngeluh pada pemerintah!
Memang kamu saja mau
dibodohi pemerintah.
Acara ini memang akan
usai.
Dan Solo berada di
lembaran kenangan yang berbeda
Selamat malam
Waktu memang sengaja
diperlambat di sini
Di kota yang dengan
mudah kau temukan imaji
Dan punakawan
(kau mengulanginya
tanpa ragu)
Dan aku sendiri,
bulan Mei
Menari dalam nikmat
yang syahdu
di pelataran pura
Mangkunegaran
Jeritan masih
berlanjut, lalu mejadi abuabu: aku Ende
Aku Solo
Aku abu
/3/ Makassar:
Kutulis dan kuingat
Soleman
Kakekku yang setengah
jahat, setengah malaikat
Kutulis dan kuingat
gugur sepe di Usapi Sobai
Kampungku yang
setengah hati aku cintai,
Setengahnya berwujud
lidahlidah api
Kutulis yang jahat
jadi malaikat tanpa setitik cinta
Dan jadilah ia
seperti lidah seperti api
Yang menerbangkan
mimpi dan jatuh di sudut Fort Roterdam
Aku rindu bau laut
Asin dan anak-anak nelayan berenang
Tiada lagi senja yang asin, amis
Kakikaki mungil mengejar angin
Yang biasa kulihat dari puncak
benteng ini
Seratus tahun silam
Sejak pagi
orang-orang datang membawa huruf M
Bahkan ada yang
menulis huruf M tersebut di dada dan jidat
Lalu aku bertanya,
kenapa M bukan K?
Mereka diam. Dan aku
tahu itu jawabannya.
Diam itu kusimpan,
lalu beranaklah ia dalam hatiku:
Dari kota ini, pesan
budaya disiarkan ke seluruh ruas-ruas pantai
Anakanak nusa yang
membujur ke timur
Kutulis
dan kuingat Soleman
Kakekku yang setengah
jahat, setengah malaikat
Kutulis dan kuingat
gugur sepe di Usapi Sobai
Kampungku yang
setengah hati aku cintai,
Setengahnya berwujud
lidahlidah api, aku
Makassar aku
Aku Makassar
Jerita berlanjut,
hampir jadi abuabu lagi
/4/ Noehaen:
Krisma di sini
Dua tiga kali datang
Membiarkan hati
tertawan
Pada kesederhanaan
yang menyala
Dari tungku-tungku
Tempat segala sesah
dan doa di simpan
Lantas di baca Allah
Noehaen jadilah,
Ya Allah, jawabnya
Jawabku: Noehaen, aku
Juli aku.
Krisma di sini
Dua tiga kali datang
Empat kali cinta dan
tak ingin pulang
Jadi abu
/5/ Atambua:
Lupakan tiga puluh
sembilan derajatmu
Lupakan rumah dan tanah
ungsianmu
Lupakan merah
Lupakan aku:
hiv/aids, kdrt, perdagangan manusia, aborsi
Lupakan aku yang
bersuara: “kak, di sini sudah biasa,
Kami tidur dengan
pacar, besoknya putus dan tidur lagi
Dengan pacar baru.
Kak, kami biasa berganti-ganti teman.
Teman sekelas,
jugalah teman tidur.“
Lupakan aku yang
bersuara: “kak...”
Aku melupakan ia yang
tanpa malu mengungkapkan itu
Lupakan tiga puluh
sembilan derajatmu
Lupakan rumah dan
tanah ungsianmu
Lupakan kemerdekaan
yang kita pilih
Jeritanku: aku
Agustus, (tanpa kata merdeka!)
Lupakan aku yang
adalah kebengisan yang harus kita tanggalkan!
Abu yang harus kita
cuci
Di Ende, Solo,
Makassar, Noehaen, Atambua: aku,
abu-abu yang mesti
Aku cuci sendiri
malam ini juga
Pasir Panjang, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...