(seri catatan asal-asalan Blogger NTT)
Partikel
Partikel itu Zarah. Zarah itu
Partikel.
Begitu kesan pertama saya saat
membaca Partikel, seri ke-4 Supernova karya Dee, nama pena untuk Dewi Lestari.
Butuh 8 tahun bagi penggemar Supernova, setelah kelahiran Petir tahun 2004,
untuk menatikan kelanjutan apa yang hendak disodorkan Dee untuk pembacanya.
Pada masa vakumnya Supernova itu, Dee tentunya gak prouktif, ia melahirkan
Filosofi Kopi, Rectoverso, Perahu Kertas hingga Madre. Tapi bagi banyak orang,
Supernova adalah Dee, dan Dee adalah Supernova.
Boleh dibilang karya berseri
Supernova adalah yang paling fenomenal, yang pertama kali mengangkat namanya
dari deret selebritas-penyanyi, penulis lagu menjadi seorang penulis perempuan
Indonesia yang patut diperhitungkan. Goenawan Muhamad bahkan dalam pengantar
untuk Filosofi Kopi, menyebutkan, ‘Dee adalah tangkisan atas sebutan
sastrawangi’ yang kala itu memang menghebohkan jagat kepenulisan, sebab
tiba-tiba muncul gelombang baru yang isinya sederet penulis wanita dengan
kapasitas yang mumpuni, salah satunya Dee.
Saya pertama kali membaca karya Dee
ketika kuliah semester awal di Jogjakarta sekitar tahun 2005, dikenalkan teman
sekelas saya, Ratih. Tapi bukan Supernova seri 1, Ksatria, Putri dan Bintang
Jatuh, melainkan Petir (seri ke-3 Supernova). Tapi kemudian karena sudah
tertawan, akhirnya saya mengulagi rute sebenarnya, membaca dari seri pertama.
Bagi saya, seri Ksatria, sungguh
lumayan berat untuk pembaca pemula seperti saya. Karena Dee terlalu besar
menyodorkan porsi Sains ke dalam karya perdananya itu. Kemudian, setelah Akar
lalu Petir, saya sudah bisa menikmatinya dengan lebih enak. Nuansa dramanya
ada, sehingga kening saya gak melulu mengkerut untuk menangkap maksudnya
membicarakan sains, budha, filosofi timur, dsb. Saya akhirnya mulai tertawan
dalam menikmati cara Dee berutur. Cerkas, kata bung GM. Pola-pola menarik itu
lantas saya temukan dalam Filkop, misalnya, atau Madre. Dee selalu pandai
berututur, sehingga membuat kita gak bisa berhenti sedikitpun untuk membiarkan
rasa ingin tahu kelanjutan di halaman berikutnya akan seperti apa. Kadang ia
bisa begitu mudahnya membuat kita mengalir. Lancar jaya, tapi kemudian berhenti
sejenak, terdiam, berpikir, ketawa, lantas lanjut membaca. Artinya Dee piawai dalam memilih kata yang
mampu menggerakkan ritme dan emosi.
Lantas bagaimana dengan Zarah,
dengan Partikel?
Bagi saya, dari keempat seri
Supernova, Partikel adalah wujud nyata dari kedewasaan Dee menulis. Kali ini Dee
berhasil membawa topik sains seperti jamur dan segenap kekuatan maha dahsyatnya,
alien/ sejenis reptoid, bumi (yang juga diwakilkan secara keseluruhan oleh
symbol di sampul buku), Enteogen, Shaman atau Iboga sebuah tanaman yang
ternyata sudah dipakai ribuan tahun oleh para shaman di berbagai belahan bumi
untuk melakukan prosesi perjalanan seseorang menuju dunia spirit.
Disini, Dee juga mengungkap
persinggungan antara cara pandang agama terhadap fenomena semesta raya. Dee
juga mengkritik lewat tokoh Zarah tentang makin hilangnya hutan bagi orang utan,
pencemaran laut pasifik, bagaimana Bumi sudah begitu mekanis dan kehilangan keseimbangan.
Bagi pembaca pemula, Partikel tidak
terasa sulit, meskipun belum membaca seri sebelumnya. Hanya ada 1 bab kecil di akhir buku, Dee kembali
menyelipkan sebuah tanda tanya besar, ketika tokoh utama dalam Petir yakni
Elektra akhirnya bertemu dengan Bodhi dari seri Akar. Nah ini nih yang menarik.
Sebab setelah ini Dee sudah mempersiapkan 2 seri pamungkas lanjutannya,
Gelombang dan Inteligensi Embun Pagi. Entah seperti apa wujud dari benang merah
yang mengaitkan semua seri Supernova.
Partikel, sungguh menarik. Risetnya
matang, di godok dengan baik pula di batcave – gua imajiner Dee. Tentu ada
kekurangannya, tapi sejauh ini saya membaca dan menikmati semuanya, dan merasa
bahwa jarang ada novel dengan genre seperti ini, dimana sains adalah intinya.
Terlepas dari masalah konsep yang dibawa Dee harus kita percayai atau tidak,
tapi untuk memperluas cakrawala berpikir, bolehlah. Untuk apa? Untuk melihat
Bumi ini dengan lebih bijak…
Salut untuk Dee.
Liliba-Kupang,
30 Mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...