Jumat, 04 Mei 2012

Midnight In Paris: Membiarkan Hati Saya Dicuri Marion Cotillard (LOL)


: catatan pinggir blogger galau

Midnight In Paris, karya Woddy Allen. Film yang merebut salah satu piala Oscar untuk kategori best screenplay.
"Midnight in Paris bercerita tentang Gil (Owen Wilson) yang berprofesi sebagai penulis, sedang menikmati hari – harinya di Paris bersama tunangannya, Inez (Rachel McAdams) dan keluarga Inez. Hubungannya mereka sebenarnya kurang disukai oleh orang tua Inez. Gil adalah seseorang yang sangat jatuh cinta dengan Paris, dan mempunyai keinginan besar untuk pindah ke kota cinta itu, tapi sayangnya Inez tidak mengizinkan hal itu terjadi. Suatu malam ketika Gil memutuskan untuk jalan – jalan sendiri di Paris dan tersesat, dia menemukana sebuah keanehan disaat jam menunjukkan waktu diatas jam 00. Waktu pun berubah mundur dan membuat Gil bertemu dengan Ernest Hammingway, Salvador Dali, Pablo Picasso, dan orang – orang yang terkenal pada jaman tersebut. Bahkan ia terlibat cinlok dengan pacar Pablo Picaso, Adriana, yang diperankan Marion Cottilard. Disinilah twistnya. Menarik memang ide Allen, tentang seseorang yang terjebak cinta di dua masa yang berbeda."
 
Saya tergolong yang paling belakangan menonton karya-karya Allen. Setelah film Vicky Christina Barcelona mendapat nominasi Oscar tahun 2009. Saya kemudian menonton film-film lainnya, seperti To Rome With Love (menampilkan Roberto Benigni), Cassandra's Deram, atau Melinda and Melinda (mengambil set di Paris juga) dan menemukan ada keunikan tersendiri dari karya-karya sutradara kelahiran tahun 1935 ini. Meskipun hidup di dunia sinema Hollywood (lahir di New York), karya-karya Allen malah banyak menyuguhkan aroma sinema Eropa ketimbang yang berbau Amerika. Dan memang filmnya sendiri banyak bersettingkan kota-kota di Eropa. Menurut saya sinema Eropa itu asyik saja, elemen-elemen artistiknya kental, secara lansekap, musik, makanan, dan budaya Eropa khasnya klasik. Allen, menurut saya selalu paling bisa menangkap nuansa-nuansa tersebut, lihat saja semacam Vicky Christina Barcelona yang berhasil menangkap sisi artistic kehidupan perkotaan di Barcelona atau You Will Meet a  Tall Dark Stranger dan Midnight In Paris yang sama-sama bersettingkan kota Paris. Di tangan Allen, kota-kota yang artistic tadi digarap maksimal, baik dari pemilihan warna yang cerah dan soft khas musim panas, kostum pemain yang juga punya selera khas pakaian orang Eropa, dsb. Dulu, Allen juga menjadi alasan kenapa akhirnya saya ketika di Jogja, mengulik habis-habisan sinema Eropa, mulai dari film-filmnya Pedro Almodovar yang banyak menceritakan tentang Spanyol. Ada juga sineas Italia semacam Francis Ford Capolla atau Bernardo Bertolucci. Ada juga Roman Polanski, hingga film2 (Amelia, film prancis). Film Eropa kebanyakan dramaturginya kuat, bergeraknya lamban, didukung lansekap kota-kotanya yang memang indah-indah, juga kebudayaan masyarakatnya yang makin menguatkan sebuah cerita.
Lantas bagaimana dengan Midnight In Paris?
Kota Parisnya tergambar dengan baik dan rapi. Saya gak heran jika Allen memenangkan kategori best screenplay. Setiap adegan terstruktur dengan baik, seba sudah ditunjang denga tata kota Paris yang indah dan rapi, selera seni mereka (taman, interior rumah, gaya berpakaian, pilihan warna apapun entah untuk pakaian, interior rumah, dsb). Kita juga bisa melihat ‘keteraturan’nya orang Eropa, yang seolah-olah menjadi khasnya sinema-sinema mereka.  Musiknya juga khas Allen. Beliau paling suka kalo memakai satu jenis instrumental entah itu gitar atau biola, pasti dari awal hingga akhir film musiknya pasti itu semua. Tidak membuat bosan juga, karena instrumental yang dipilih juga sudah mewakili keseluruhan dari karakter film, sehingga music yang sama itu mau ditaruh di adegan apa saja, kok  yah nyambung saja yah? Itulah khasnya menonton film Woody Allen. Dari teknis, sudah deh, untuk genre drama romatic, beliau salah satu jagoan saya.
Bagaimana dengan deretan aktornya?
Marion Cotillard yang paling banyak menarik perhatian saya, bahkan melebihi dua actor utamanya Rachel McAdams dan si hidung bangir Owen Wilson. Kalo public dunia kemarin sih banyak membicarakan nama Carla Bruni (istri predisen Perancis Nicolas Sarkozy). Ada juga peran kecil Andiren Brody (The Pianist) yang cukup menarik.
Oh yah ketika menonton film ini saya memang sengaja tidak menggunakan subtitle Bahasa Indonesia. Yah hitung-hitung menonton sambil melatih kepekaan Bahasa Inggris saya hahahaha…meski efeknya saya kemudian harus menonton ulang dengan subtitle, sekedar untuk melengkapi pengertian saya saat nonton sebelumnya. *Lol*
Eh film ini keren, ayo tonton untuk lebih kenal lagi budaya Eropa.

1 komentar:

  1. Hmm mantap kalau tentang Woody Allen-nya. tapi saya lebih suka melihat Paris lewat orang-orang Prancis sendiri.

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...