Selasa, 01 Maret 2011

Menulis Puisi Estafet? Saya sudah....

(untuk gerakan Mudaers NTT Menulis)

Beberapa waktu lalu, bersama teman-teman dr Mudaers NTT, kami menulis sebuah cerpen secara keroyokan. sesuatu yang awalnya dari sebuah status Facebook yang saya kirim, nyatanya cukup membuat teman-teman muda NTT yg suka menulis untuk ikut nimbrung melanjutkan kalimat saya, maka jadilah sebuah cerita estafet. menarik. kami saling sahut menyahut di Facebook sampai pada suatu titik, bahwa diluar dugaan semua bisa merangkai imajinasi masing-masing dalam sebuah benang merah yang brilian. dari pengalaman itu, sy lantas iseng membuat status baru yang mungkin bisa menarik perhatian teman-teman yg saya tahu betul sensitif dengan hal-hal itu. artinya sesuatu postingan kalimat yg mungkin sebuah fiksi, bisa dilanjutkan dengan serangkaian kalimat fiksi lainnya dan jadilah sebuah tulisan menarik, entah cerpen atau puisi. seperti yg saya dan mbak Prima Zelvozia (pernah tinggal di Kupang, kini tinggal di Jogja) lakukan berikut ini. menulis puisi keroyokan via FB, padahal kami berdua sendiri belum pernah saling bertemu. semua terjadi di dunia maya he he...


kau tahu artinya mencari yang hilang?
seperti mawar yang kelopaknya
 menyembulkan rupa pak tua yang 
tersenyum: seekor kelinci berjas biru bahkan akan
 mengingatkan sebuah akhir dari
 perjumpaan gadis pirang yang mengecil
 badanya karena sebuah cairan. 


atau karena sudah waktunya makan siang
 bersama pria yang rambutnya terbakar oleh merkuri. 
entahlah. 


'aku menunggu pintu yg menyalak 
di atas bukit terbuka', kata si gadis. 


pintu tanpa 
atap dan jendela. pintu yang kesepian, ditemani
 pohon-pohon aneh yang pucuknya tak lagi 
ditumbuhi dedaunan tapi cuma berujung melingkar
 seperti perut ayam.

kulihat, bebungaan yg kelopaknya mirip wajah

 pak tua makin tertawa lebar.
siapa peduli.
pria itu hanya duduk tersenyum di ujung 

meja penuh makanan: 


''aku berharap gadis 
mungil bergaun biru itu tak lagi
 memporak-porandakan meja ini. 
atau, biar kulempar saja dirinya dengan
 topiku ke luar sana. hidup mungkin hanya
 bisa terasa maknanya jika kau sedang sulit 
atau anyi di hutan cendawan biru dan bercak-bercak 
merah muda. diselanya mungkin akan tumbuh
 ribuan tunas paku yang akan melilitmu...''

mimpi dan nyata hanya dibatasi kabut tipis antara

 partikel air, mentari dan biar pelangi...kau di bagian mana?




aku menapak di sebalik semak-semak merimbun hijau..
mencoba sembunyikan diri yg tiba-tiba ternampakkan 

tiada sengaja..
dan ketika mereka melihat maka ku menyapa..



‎'hei, kalian tahu jalan pulang?. kenapa cuma bisa cengengesan?'
kekesalah hanya akan membuat wajah
 mereka semakin indah...sungguh


awan-awan seperti kian merapat dan berseru,
 'kami tak tahu...'
ahh, semua yg indah disini hanya 

yang terjebak lalu menjebak yang lainnya. 
sungguh yang berwarna itu gila. beracun atau
 memabukan''


 ah, seandainya saja aku tahu jalan pulang itu...
(diluar sana, alam semakin berwarna seiring dengan 
buncahan kekesalanku ini)


Jogja, 28 Maret 2011, by Chr. dicky senda & Prima Zelvozia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...