Rabu, 15 Desember 2010

Sejarah Kerajaan OEnam dan Kerajaan Mollo

(Sebaiknya Anda Tahu!)

Leluhur orang TTS adalah merupakan hasil proses asimilasi antara penduduk asli (orang Melus dan Keunjamas atau Keunlaban atau disebut suku bangsa Kenurawan dan Tkesnai) dengan pendatang dari Malaka (Belu Selatan) atau tempat lainnya, misalnya leluhur Nope yang diperkirakan berasal dari Rote. Ada juga kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami wilayah sekitar gunung Mutis yaitu ‘Nai Ke Kune’, Nai Jabi-Uf dan Nai Besi-Uf. Namun kemudian penduduk asli ini terdesak oleh para pendatang (Liurai Nai Laban atau Nai Dawan---dawan sendiri merupakan sebutan yang diberikan orang Belu-Malaka kepada orang-orang pegunungan) yang berasal dari Belu Selatan, Ola Kmali dari Rote dan leluhur Banunaek yang diperkirakan berasal dari Barat pulau Timor.
Mutis sendiri artinya:
a)      Genapkan. Mempunyai makna semua marga yang datang ke Timor bagian barat berhimpun disana sebelum menyebar keseluruh wilayah Timor bagian barat.
b)      Tetesan air atau sumber tetesan air. Maknanya bahwa gunung Mutis merupakan sumber aliran-aliran sungai besar di wilayah Timor bagian Barat.

Kedatangan suku bangsa dari Belu Selatan ke Mutis diawali dengan kedatangan Liurai Nai Dawan atau Nai Laban, yang merupakan putra kedua raja besar kerajaan Wehali di Belu Selatan. Nai Laban sendiri akhirnya dikenal sebagai Pahe-Nakan dalam bahasa Dawan artinya penguasa wilayah pegunungan. Penugasan Nai Laban untuk menguasai daerah pegunungan sendiri didasarkan alasan bahwa kerajaan Wehali berada dekat dengan pantai (muara sungai Benanain) sehingga sangat kekurangan sekali air tawar pada musim kemarau. Oleh sebab itu mereka perlu untuk menguasai, memelihara dan mengamankan daerah hulu sungai Benanain yaitu di kaki gunung Mutis. Selanjutnya Nai Laban akhirnya menurunkan luluhur bagi marga Sonba’i dan Nisnoni di Kupang.

Kemudian, datang gelombang kedua dari kerajaan Wehali menyusul Nai Dawan yaitu Fahik Bere dan Ifo Bere yang nantinya akan menjadi nama leluhur bagi marga Kono di Miomafo dan Oematan di Mollo (digantikan namanya oleh Nai Faluk). Sesuai dengan data yang ada Kono-Oematan baru mendirikan kerajaan sendiri setelah runtuhnya kerajaan Oenam yang menandai berakhirnya kekuasaan dinasti SONBA’I.

Lalu pendatang gelombang ketiga juga dari Belu Selatan, mereka kemudian yang menjadi leluhur dari kelompok yang mendiami wilaya Amfo’ang dan Am Benu. Kemudian Ola Kmali menjadi leluhur marga Nope di Amanuban dan Banunaek menjadi leluhur marga Banunaek di Amanatun.

Pemerintahan yang tertata secara teratur dengan wilayah kekuasaan yang jelas (kerajaan) baru dapat diwujudkan di wilayah gunung Mutis pada generasi ketiga dari Nai Dawan yakni Nai Lele Sonba’i (cicitnya Nai Dawan) kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di wilayah TTS adalah kerajaan Oenam, kerajaan Amanatun (Onam), Kerajaan Anas, Kerajaan Nenometa, Kerajaan Amanuban (Banam), dan kerjaan Mollo.

Tentang orang pertama di Mollo sendiri (suku Molus atau Melus dan Keunjmana atau Kenurawan) diduga kuat adalah bagian dari ras Papua-Melanesia. Mereka digambarkan sebagai kelompok orang yg nomaden, bertubuh pendek, bermuka cekung berhidung pesek, berkulit hitam dan berambut keriting. Terutama pada suku Keunjaman terdapat ciri lainnya yakni berbulu dada dan berkaki jangkung. Dalam perkembangannya suku Molus dan Keunjaman terdesak oleh suku bangsa lain yg datang (orang-orang dari Malaka/Belu Selatan). Suku Molus yg terdesak kemudian menyebrang laut menuju kepulauan Alor (disebut sebagai ‘met-meni kiuftasi). Sedangkan Keunjaman berpindah ke bagian Barat pulau Timor.

  1. Kerajaan Oenam

Mutis sendiri adalah cikal bakal pusat pemerintahan kerajaan Oenam. Didirikan oleh Nai Lele Sonba’I yg diperkirakan pada abad ke-15 dengan wilayah kekuasaan mulai dari Biboki, Insana, Miomafo, Fatule’u sampai Noel Sfebano (Tarus-Kupang). Nai Lele Sonba’I sendiri adalah anak dari Nai Faluk. Sedangkan Nai Faluk adalah cucu dari Nai Dawan. Setelah kematian Nai Lele Sonba’i, raja berikutnya adalah Tuklua Sonba’i, berikutnya digantikan oleh Manas Sonba’i (yang masa pemerintahannya, Timor mulai didatangi Portugis yg awalnya ingin berdagang cendana dan lilin). Kedatangan Portugis diawali dengan datangnya pastur  Antoio Taveira (1522) di Lifau-Oekusi dari pulau Solor (Flores Timur). Secara de facto pemerintahan Portugis dimulai di Timor tahun 1656 atau lebih dari seabad kemudian ketika awal mula masuknya pastur-pastur Portugis.  Permulaan pemerintahan dengan menempatkan kapten Simao Louis ke Lifau-Oekusi. Semua terjadi pada masa pemerintahan Manas Son ba’i. setelah mangkat, Manas digantikan oleh Talus Sonba’i. Pemerintahan Talus sendiri mengalami perpecahan akibat kebijakan memasukan hasil panen rakyat kepada raja. Penolakan itu datang dari Neno Sonbai kakak kandung raja Talus). Akhirnya Neno dan anaknya Nai Baki Sonba’I diusir dari kerajaan Oenam. Keduanya pun melarikan diri dan meminta perlindungan kepada marga Oematan (Saubaki Oematan). Oleh Oematan keduanya disembunyikan di kaki gunung Mollo sebelum akhirnya mereka mengungsi ke Kupang (ke kerajaan Helong). Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 1650. Oleh raja Helong mereka ditempatkan di daerah Bakunane.
Raja berikutnya yg memerintah kerajaan Oenam yakni Baob Sonbai. Baob sendiri adalah putra mahkota yg menjadi korban perang. Bersama ibunya Bi Lalan Mella, mereka diselamatkan Bahan dan Mambait dan disembunyikan di Laob (kini desa di kecamatan Mollo Selatan). Raja Baob tinggal beberapa lama di Baob (dulu Mnesatfael) lalu berpindah ke Noenoni (kini desa Noenoni). Raja Baob Sonba’i kemudian diculik Belanda lalu diasingkan ke Batavia hingga wafat tahun 1685.

Raja Oenam selanjutnya adalah Tafin Sonba’i lalu digantikan oleh putra tunggalnya Kau Sonba’i. pada pemerintahannya ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kuniki (di Fatule’u). setelah Kau Sonba’I berhenti sebagai Raja Kerajaan Oenam, ia digantikan oleh putra sulungnya Sobe Sonba’i II atau Sobe Besi. Setelah Sobe Besi, raja selanjutnya adalah Baob Sonba’i II yang diteruskan oleh Baob Sonba’i III. Pada masanya, terjadi perjanjian Lisabon yg isinya membagi pulau Timor menjadi 2 bagian, Timor Barat untuk Belanda dan Timor Timur untuk Portugis (ditambah Oekusi dan Noemuti). Noemuti sendiri kemudian diserahkan kembali kepada Belanda pd 1 November 1916 dan menjadi bagian wilayah Miomafo. Baob Sonba’i III kemudian digantikan oleh Sobe Sonba’i III. Pada masa pemerintahannya terjadi perang Bipolo. Raja Sobe Sonba’i III akhirnya ditangkap Belanda di Bes’ana akibat pengkhianatan dari marga Oematan di Bes’ana. Sang raja kemudian diasingkan ke Waingapu Sumba Timur. Wafat tahun 1922 dan dimakamkan di Fatufeto Kupang. setelah Sobe Sonba’i III meninggal, Belanda membagi-bagi wilayah kerajaan Oenam atas beberapa kerajaan kecil yaitu: kerajaan Miomafo, kerajaan Mollo, dan kerajaan Fatule’u.

  1. Mollo
Asal usul nama Mollo:
  1. Menurut juru bicara (mafefa) dari desa Bes’ana nama Mollo berasal dari kata ‘na molok’ artinya ‘berbicara’, artinya pembicara antara seorang pemburu dan seekor musang (anseko). Informasi yg mirip juga dikemukanan oleh para mafefa dari desa Oelbubuk, Binaus dan Kuale’u, yaitu ‘molok’ yg artinya berbcara, bersepakat, berjanji, atau bermusyawarah. Namun yang dimaksud adalah pembicaraan dan perjanjiaan antara marga Lassa yg meminta bantuan marga Oematan untuk memerangi Jabi-Uf.
  2. Informasi dari mafefa desa Laob, nama Mollo berasal dari kata ‘’noni (noin) molo’’ yg artinya uang kuningan yg ditemukan oleh seorang wanita bernama Bi Tae-Neno dipuncak sebuah gunung yg sekarang disebut gunung Mollo.
  3. Informasi dari mafefa desa Netpala, nama Mollo berasal dari kata ‘molfa-mate’ yg artinya menguning amat sangat. Asal usul mollo dari pemahaman ini mengacu pada nama dua marga yaitu Lassa dan Toto yg konon disebut sebagai penghuni pertama gunung Mollo, yg sebelumnya bernama ‘Matahas’ artinya menyinari. Karena kedua marga ini sudah cukup alam bermukim di gunung Mollo maka kedua marga ini mendapat julukan sebagai ‘molo-oki atau oik molo’. (informasi dari mafefa desa Fatukoko)
  4. Informasi dari mafefa Fatumnutu, nama Mollo sendiri disesuaikan dengan kondisi alam, yaitu sinar matahari yg condong ke ufuk barat dan tampaknya seerti menyuruk ke bawah kaki langit, warna cahayanya berubah menjadi kekuning-kuningan yg menyinari seluruh gunung Mollo sehingga tampak menguning seluruhnya.

Kesimpulannya meskipun ada berbagai perbedaan persepsi dan versi cerita dari para Mafefa, namun masih ada satu sisi kesamaan di dalamnya yaitu dari kata molo yg berarti kuning.

Struktur pemerintaha kerajaan Mollo:
  1. Afinit = pendahulu; leluhur
  2. Pah Tuaf = penguasa/ pemilik wilayah
  3. Mafefa = juru bicara raja atau jubir adat. Adalah penghubung Pah Tuaf dengan amaf, meob, dan ana’a tobe (krn merupakan hubungan tidak langsung).
  4. Amaf-amaf = marga-marga pendukung utama Pah Tuaf (Raja). Dalam satu kelompok amaf terdiri dari delapan marga pendukung, dimana dari delapan marga pendukung terdapat empat marga pendukung yg bertanggungjawab atas kesejahteraan dan kehidupan raja; empat marga pendukung lainnya bertanggungjawab untuk melayani kebutuhan raja.
  5. Meob = pahlawan yg bertanggungjawab atas keamanan dan ketentraman wilayah kerajaan
  6. Ana’ A tobe =  yg berwenang dan bertanggungjawab atas kelestarian alam/wilayah (kalo sekarang mungkin semacam menteri lingkungan hidup kali yah? Sungguh-sungguh arif!).
  7. Mnais Kuan = tua kampung/ pemangku adat yg keberadaanya telah disepakati oleh para amaf
  8. Tob (To Ana) = rakyat biasa/ rakyat pada umumnya yg mendiami wilayah kerajaan Mollo
Beberapa Raja dari Kerajaan Mollo
1. To Oematan
Setelah kerajaan Oenam runtuh pada tahun 1905, Belanda kemudian membentuk kerajan-kerajaan kecil pada bekas kerajaan Oenam, salah satunya kerjaan Mollo. Sebagai fetor Mollo, To Oematan (to Luke’mtasa) langsung diangkat sebagai raja pertama pada tanggal 10 Mei 1916. Karya penting raja To Oematan adalah mendirikan Sekolah RAKYAT (SR- volks school) pada tahun 1908 di Nefokoko dan kemudian berpindah ke Kapan tahun 1910.
2. Tabelak Oematan
Raja kedua Mollo, Tabelak Oematan (nama baptisnya Welem Frederick Henderik Oematan), yg adalah anak angkat juga kemenakan dri To Oematan. Tabelak sendiri bernama asli Lay A Koen (anak saudara perempuan To Oematan yg menikah dengan seorang keturunan Cina (Seang Lay). Penobatan Lay A Koen sebagai raja Mollo sendiri dilakukan di atas puncak gunung Mollo dalam sebuah upacara adat selama tujuh hari tujuh malam (pengangkatan sumpah dan pemotongan rambut). Penobatan ini disepakati juga oleh fetor Nun Bena, fetor Netpala, fetor Bes-Ana dan fetor Tobu.
Hasil karya Tabelak Oematan antara lain:
  1. membuka jalan Camplong-SoE tahun 1919
  2. membuka ladang dan sawah di Oehala
  3. menerima agama Kristen Protestan di Ajaobaki oleh pendeta Belanda
  4. menata wilayah Mollo dengan sistem kefetoran dan ketemukungan
  5. melarang rakyat bekerja rodi pada Belanda
Raja Tabelak menikah dengan putri Raja Korbafo (dari Rote) bernama Luisa Manubulu dan mempunyai anak: Welem Cornelis Henderik Oematan (mantan bupati Kupang pertama) dan Semuel Soleman Henderik Oematan (mantan camat Mollo Utara pertama). Karena kejam juga pada rakyat, Tabelak diadili pemerintah Belanda dan dijatuhi hukuman dan pembuangan di Ende-Flores.
3. Kono Oematan
Berasal dari Nunbena, diperkirakan hanya memimpin selama 3,5 tahun saja
  1. Raja Tua Sonba’i (memerintah dari 30-10-1933 – 12-04-1959)
Sebelum menjadi raja Mollo Tua Sonba’i adalah temukung besar di Fatumnutu. Memerintah Mollo selama 26 tahun.
Hasil karya penting beliau:
  1. mewajibkan setiap kefetoran untuk menentukan kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa, dengan penetapan hukum adat Bonu, dimana ada kesepakatan adat terkait aturan dalam memetik dan mengambil hasil kebun, jika dilanggar ada hukuman tertentu. Artinya juga masyarakat tidak sembarangan dalam menebang hutan untuk dijadikan kebun. Selain juga ada anjuran RAJA Tua untuk melakukan penghijauan dan mentapkan hutan perlindungan suaka margasatwa Kniti-Naek sejak tahun 1933!!
  2. Dibidang pendidikan, raja Tua membuka sekolah rakyat di Mollo dan membuka SMP PGRI pertama tahun 1955 di SoE
  3. Pada masa pemerintahnya Mollo terkenal sebagai penghasil bawang putih terbesar di Pulau Timor!!!!
  4. Membangun jalan Kapan-Fatumnasi tahun 1955
  5. Mengembangkan kefetoran yg ada dari empat menjadi enam kefetoran. Dua kefetoran baru itu yakni kefetoran Bes’ana tahun 1946 dan kefetoran Paeneno tahun 1956. kefetoran lain yg sudah lebih dulu ada antara lain: kefetoran Netpala, kefetoran Nunbena, Kefetoran Mutis, dan kefetoran Bijeli.

  1. Raja Semuel Soleman Henderik Oematan
Merupakan anak kedua dari Tabelak Oematan, juga adalah camat pertama Mollo Utara krn pada masa pemerintahannya kerajaan Mollo sudah beralih status menjadi kecamatan Mollo Utara sebagai akibat dari peralihan Daerah Swatantra TTS menjadi Kabupaten TTS. Sehingga pendudukannya sebagai raja Mollo hanya sebgaai simbol tertinggi dan alat pemersatu komunitas masyarakat Mollo.

  1. Raja Edison Richard Ferdinand Oematan (dinobatkan di Sonaf Ajaobaki, 12 Juli 2001)
Merupakan anak kedua dari Raja Semuel Soleman Henderik Oematan.

Disarikan oleh Dicky Senda dari buku Sejarah Pemerintahan Kabupaten TTS: Studi tentang Pemerintahan Kabupaten TTS dari masa ke Masa. Ditulis oleh Jacob Wadu, David Pandie, Nua Sinu Gabriel, Jacob Frans, Joni Ninu, Melkisedek Neolaka. Diterbitkan atas kerjasama Lembaga Penelitian Univ. Nusa Cendana dengan Pemkab TTS). Cetakan Pertama, Desember 2003

6 komentar:

  1. sejarah yang wajib diketahui oleh orang Timor...

    thanx a lot....

    BalasHapus
  2. sejarah yang wajib diketahui oleh semua oramg Timor....

    thanx a lot,,,

    BalasHapus
  3. kita generasi sekarang hampir tidak mengetahui hal-hal seperti ini....
    banyak sejarah dan tuturan adat budaya yang kian menghilang...
    semoga banyak lagi dari yang menulis hal-hal seperti ini agar kita mengetahui dan jangan melupakan sejarag, juga budaya kita...
    semoga penulis blog bisa menambah banyak informasi lagi tentang tanah timor itu...

    BalasHapus
  4. siang bung....beta da di jkt...beta harus tau bung...tks

    BalasHapus
  5. Bagaimana dengan Kerajaan Amanuban men? Buku yanng menjadi referensi penulisan artikel ini sudah saya baca saat kemaren bulan Januari 2015 pulang ke Soe. tapi sayangnya kurang lengkap. Ini fungsi kita sebagai generasi etnik Dawan untuk terus melakukan penelitian agar lebih lengkap lagi. Sementara, saya lagi melakukann penelitian terkait "Politeness Strategies" atau strategi kesantunan etnik Dawan. Tetap semangat dalam melestarikan Budaya daerah Kita.
    Mohon maaf, saya sertakan email saya (melyusti@gmail.com). Mungkin akan lebih lengkap jika kita diskusi. Terima kasih. Salam NEKMESE!!

    BalasHapus
  6. Raja Semuel dan raja edison itu dari istri ke dua.
    Anak dari istri pertama itu raja theos oematan...sejarah yang coba di hapus dan di lupakan.

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...