Untuk NAKED TIMOR dan MUDAers NTT MENULIS
Tadi pagi tukang ‘tofa’ atau tukang bersih-bersih rerumputan di kebun datang ke rumah saya dan bercerita. Namanya om Sonbai. Katanya, para tua-tua adat dari Mollo sudah bergabung dan menuju ke Mutis membawa babi dan ayam putih sebagai sesaji dan meminta kepada yang Kuasa ‘Usif Neno’, Raja langit, agar hujan yang belakangan ini mengguyur tanah Mollo agar sejenak berhenti (bukan saja di Jawa lho yang hujan di musim kemarau). Pasalnya bulan ini seharunya waktu musim panas, sehingga masyarakat bisa menyiapkan kebunnya-membersihkan dari rumput (‘tofa’ kebun tadi itu) atau menggemburkan tanah sehingga ketika akhir November ini hujan seharusnya akan turun dan kebun siap ditanami jagung dll. Secara ilmiah orang bilang kalau tahun ini masyarakat Indonesia terkena badai La nina atau el nina, masa ketika hujan akan turun secara masif bahkan di saat-saat yang seharusnya adalah musim kemarau. Dan di tempat di belahan bumi lain, orang bahkan tidak mendapatkan hujan sedikitpun.
Bagi bapak saya ini berita baik. Karena terus terang hujan yang selama ini mengguyur tak habis-habisnya membuat bapak saya dan warga Mollo lainnya tidak bisa membersihkan kebun. Dan benar juga, 2 minggu belakangan ini tiba-tiba hujan itu pergi. Ada awan tebal di barat daya tapi sama sekali tak menghalau jalannya matahari untuk bersinar. Tanah Mollo cerah ceria. Konon katanya masyarakat ‘hanya diberi kesempatan’ 3-4 minggu menikmati panas, untuk bersih-bersih kebun dan ketika hujan turun lagi, kebun sudah siap ditanami. Terima kasih ‘Uis Neno’ yang sudah memberikan panas untuk Mollo. Suatu kearifan budaya lokal yang patut dilestarikan. Dengan demikian, ada pelajaran moral bagi seluruh masyarakat Mollo untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, bekerja keras untuk kebunnya, lebih dari itu ada nilai menghargai-melestarikan alam yang tumbuh di hati masyarakat. Bagaimana caranya berhubungan baik dengan alam semesta, karena dengan baik alam semesta pun akan berlaku sama baiknya kepada manusia. Kembali lagi kita melihat kasus perubahan iklim dunia yang eksrtrem kini dengan perilaku manusia di planet bumi ini sendiri. Tentunya kita sebagai masyarakat global yg modern pun harus bisa belajar dari kearifan hidup orang Mollo ini.
Ketika menulis ini, saya juga ingat dengan perisitiwa kemarin. Ada seorang saudara yang menikah, tiba-tiba saja hujan rintik turun dan cukup membuat pihak keluarga resah. Dengan bantuan seorang ‘pintar’ yang memang punya keahlian untuk ‘berkomunikasi’ dengan alam semesta maka dilakukanlah sebuah tradisi tolak hujan. Linggis dimasukan kedalam bara api dan dengan doa-doa tertentu dan tak lama berselang awan hitam pergi, tak ada rintik lagi. Pestapun berlalu hingga pagi hari tanpa hujan. Lagi-lagi kearifan orang Mollo yang hebat, bagi saya. mereka tahu bagaimana caranya berkomunikasi dengan alam, caranya memperlakukan alam tentunya dengan meminta ijin kepada Dia sang pemilik alam semesta itu sendiri. Orang-orang seperti inilah yang mampu hidup secara bijaksana dengan alam semesta, karena alam semesta adalah kawan yang sangat membantu. Mereka tahu caranya menyenangkan hati kawannya.
Salam kearifan lokal…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...