Senin, 07 Desember 2009

Koin Buat Prita

Tadi pagi sampai di sekolah lumayan pagi jadi sempatlah buat baca koran di meja satpam sekolah, koran milik institusi lain sih, cuma kebetulan kami segedung. Saya kemudian tertarik dengan berita di koran Kedaulatan Rakyat tentang Prita Mulyasari vs RS OMNI Tangerang. Menarik bagi saya adalah soal pengumpulan uang koin dari para simpatisan Prita terkait keputusan pengadilan yang mengharuskan Prita membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi sebuah masalah bernama ‘pencemaran nama baik’.

Saya lantas berpikir jauh. Yah, jauh. Saya memang suka berpikir jauh sehingga kadang teman-teman saya akan bilang ‘Senda, sotoy!, Senda berpikir diluar konteks saking jauhnya berpikir’. Entahlah. Saya biasanya akan menanggapi dengan seyuman terbaik saya. Manajemen kesabaran yah bung, tanya nurani saya. Saya juga sedang berusaha ikhlas soal yang satu ini.

Kembali lagi soal Prita dan duit koinnya. Oya, soal koin juga yang memaksa saya berpikir jauh, hingga ke kamar kost saya, kepada sebotol aqua besar yang berisi recehan seratusan hingga lima rautas rupiah. Koin-koin yang biasanya akan berguna dikala masa paceklik menghadang. Daripada lobang ikat pinggang baru terus bertambah, iya kan?

Saya masih sempat berpikir apa saya harus mencari informasi terdekat di Jogja, apa ada simpatisan Prita lainya yang bisa menampung koin sumbangan saya? Saya tentu ikhlas karena saya juga makin benci dan miris dengan sistem peradilan sekarang di negeri tercinta ini. Pengen marah ntar dibilang anarkis, pengen diam saja, apa iya kita cuma bisa diam dikala ada orang yang kesusahan? Paling gak dengan mengumpulkan duit ini cukup meredam kemarahan saya. Saya dan jutaan pendukung Prita lainnya bisa protes dengan cara yang lebih elegan. Yah, saya rasa tepat adanya jika melihat koin seratusan hingga limaratusan akan menjadi simbol kekuatan masyarakat kecil, simbol kebersamaan, kecil-kecil si cabe rawit, simbol akan matinya keadilan jika mungkin sudah bisa ditebak jika uang koin untuk Prita tak ada bandingnya dengan uang-uang Anggodo buat oknum-oknum Polisi.

Koin dengan sendirinya bukan menjadi sesuatu yang kerdil melainkan sesuatu yang besar, menunjukan pada dunia bahwa Indonesia sedang terpuruk, Indonesia bukanlah negara yang adil untuk rakyatnya! Kita yang katanya orang Timur, orang yang sopan, mampu berlaku adil dan bijaksana, yang tepo seliro, yang suka bergotong royong, yang tanpa pamrih mungkin hanya sebuah retorika omong kosong, mungkin itulah yang sedang dipirkan orang-orang di luar sana. Orang luar yang bagi kita tidak bermoral mungkin nyatanya bisa lebih beradab sebagai manusia.

Atau sejatinya sudah menjadi sifat laten bahwa kita yang biasanya suka menghakimi kekurangan orang lain disaat yang sama kita jauh lebih bobrok dari orang lain itu? Merasa diri malaikat padahal sejatinya kita adalah lucifer berkepala ular?

***

Tolong beritahu info dimana saya bisa mengumpulkan receh buat Prita karena saya ingin juga menyatakan pendapat saya bahwa masih pantaskah kita masih disebut sebagai negara hukum yang adil? Atau kita adalah negara hukum yang pilih kasih, yang bermata duit, yang rakus, yang memble, yang taik?!


Jogjakarta, 7 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...