Kamis, 12 November 2009

Ketika Payung Saya Punya Jenis Kelamin, Apa Jadinya?

Ketika Payung, yah, payung yang banyak laris manis dikala musim hujan atau Anda yang pernah ke Borobudur dan ditawari untuk menyewa payung agar terhindar dari terik menusuk ubun-ubun, membakar kulit. Menghindari diri dari basah air hujan yang bisa mendatangkan flu dan deman. Payung sejatinya diciptakan untuk menolong manusia, siapapun dia, dari latar belakang apapun, dan umur. Entah kapan payung pertama kali diciptakan dan oleh siapa, saya pun tak tahu, mungkin setelah menulis ini saya harus gugling atau mencarinya di wikipedia. Mengenai fungsi payung, saya yakin kita semua tak perlu meraguan keberadaan benda ini. Siapapun dia. Namun jika yang terjadi seperti kisah pribadi saya berikut ini, saya yakin anda sekalian punya cara pandang sendiri-sendiri, entah ikut setuju atau malah membantah sedikit atau habis-habisan catatan kecil saya ini.

Jika ada sang pencipta payung di depan saya, saya akan bertanya, pak, atau ibu, apa payung punya jenis kelamin?

ahh, maksud saya apa payung sejatinya anda ciptakan hanya khusus untuk jenis kelamin tertentu dan menutup kemungkinan bagi jenis kelamin lain untuk menggunakannya?

Saya ingin bertanya demikian karena untuk kedua kalinya di hari yang sama, saya mengutarakan ke beberapa teman berbeda, begini 'wah musim hujan sudah datang, pengen beli payung, buat jaga-jaga aja sih jangan sampai hujan akan selalu mengganggu rutinitas saya...' Maksud saya, jangan samapi aktivitas-aktivitas penting harian saya bisa batal misalnya karena hujan deras dan saya tidak punya payung yang beberapa menit bisa menyelamatkan saja berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Saya cukup kaget dengan reaksi teman-teman saya, kebanyakan sih teman-teman perempan. Intinya reaksi mereka adalah 'cowok kok pake payung...kayak cewek aja!'. Tegas dan lugas kata-kata mereka. Dan ketika saya bertanya kembali, 'memangnya salahnya dimana sih?'. 'Yaahh kan yang biasanya pake payung kan cewek...''

Saya akhirnya memang tak terlalu menganggap serius kata-kata mereka, mungkin juga karena saya sudah lelah bekerja, dan tahu bahwa saya berhadapan dengan siapa (maaf teman-temanku), bahwa jika saya terlalu bereaksi, ini hanya akan berakhir dengan simpulan 'debat kusir' he he he...saya hanya ingin belajar jika saya berada di situasi yang berpotensi menegangkan sisi psikologis saya maka saya harus bereaksi dengan santai saja, karena saya berhadapan dengan teman-teman saya yang memang santai (atau terlalu santai sehingga kadang bepikir...'apakah berpikir kritis bukan tipikal mereka? atauklah saya yang terlalu sok kritis? paling gak mereka selalu membuat saya rileks).

Kembali ke topik. Ketika saya teringat peristiwa kemarin dan saya ingin menulisnya disini, saya hanya ingin bilang 'saya tahu bahwa di dunia ini ada banyak nilai berbeda yang dianut miliaran manusia, pastinya salah satu golongan nilai lainnya adalah yang dianut teman-teman saya tadi, dan nilai saya mungkin adalah kebalikan dari nilai-nilai hidup teman-teman saya itu. Jika ditanya apa nilaimu? saya hanya ingin menjawab, 'bagi saya hidup ini sekali, nikmatilah dan jalani hidup ini dengan ringan. Jangan sampai kita dan kemanusiaan kita mau DIBATASI oleh nilai-nilai hidup yang sebenarnya justru tidak membawa keadilan dan kebaikan bahkan untuk diri dan nurani kita.

Sederhana saja pikiran saya, saya beli payung, yang disaat-saat tertentu ketika hujan sekiranya tidak akan menghambat aktivitas/rutinitas saya, karena benda mati ini bisa membantu saya. Saya tidak basah, tidak masuk angin, tidak flu dan demam. Kerjaan saya tetap lancar, kuliah saya tidak terganggu karena saya sakit. Atau saya batal kerja dan kuliah hanya karena saya tidak punya payung (atau gengsi pake payung), maunya menunggu hujan reda eh malah bikin masalah baru.

Kedua, jika saya harus membiarkan diri saya dibatasi oleh nilai sosial yang tidak dibuat TUHAN tapi dibuat manusia, yang malah tidak solutif, membatasi diri untuk berkembang, untuk apa??? Sepele memang tapi yang saya mau bilang, ada banyak, banyak sekali nilai-nilai sosial yang dibuat manusia (bukan TUHAN!) yang justru membatasi manusia dan kemanusiannya sendiri, yang membuat banyak manusia justru tidak berkembang!

Yah, itu nilai saya. Saya mungkin saja merasa benar dan teman-teman saya salah. Atau mungkin dari sisi mereka pun sama, mengganggap nilai saya tidak sebaik nilai mereka.

Menulis ini membuat saya ingat pengalaman seorang teman di kos lama saya. Suatu saat di awal musim hujan, dia pun membeli payung. Alasannya, 'kalo hujan dan pengen makan kan repot juga...kenyang iya, flu apalagi'. Akhirnya dibelilah payung. Payung lipat kecil. Berwarna dan bermotif netral. Kami berdua punya alasan yang sama soal ini: kecil, bisa dilipat membuat kita gak ribet bawanya, warna dan motif netral paling gak tidak menganggu standar kelakian kami (standar sosial tadi). Dibelilah payung lipat berwarna biru tua, tanpa motif! Lumayan netral, sebagai cowok diapun pede memakainya. Dan betapa kagetnya dia ketika sehabis menggunakan payung, yang nampak dipermukaannya adalah: titik-titik hujan tenyata membekas membentuk pola bunga-bunga....kckckckkckck....cukup menipu! Dasar produsen payung sialan, umpat teman saya. Kami cuma senyum-senyum saja. Tapi payungnya tetap dipakai hingga kini, tentunya untuk keadaan darurat dikala hujan lebat, bukan disaat panas terik agar kulit tak gosong! Itu mungkin akan sangat riskan dimata norma sosial tadi. Artinya siap-siap deh dikritik orang-orang. Padahal apa salahnya memakai payung di bawah panas terik, oleh seorang pria???

Akhirnya saya pun menilai diri saya mungkin akan menjurus ke nilai yang lebih berimbang, lebih moderat barangkali, bisa fleksibel sajalah. Yang pasti saya tidak akan kapok beli payung. Memakai payung karena tidak serta merta akan merubah saya jadi wanita kan?

Berpayung tapi tetap dengan style laki-laki tak ada salahnya....


Jogja, 12 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...