Kamis, 14 Mei 2009

Virus Menulis dan Momen Ngawur

Saya sedang di depan laptop, membuka Word dan tiba-tiba ingin sekali menulis tetapi kebingungan ingin menulis topik apa, sederhana saja apa yang mau aku tulis. Saya sedang berada pada situasi dimana semua saluran di otak saya berproses cepat ingin dituangkan ke tulisan dan saya sendiri kebingungan akan memulainya dari mana.

Ahh.

Saya membuka Winamp. Memilih ‘mr. lonely’-nya Akon, ‘way back into love’ dan ‘save the last dance for me’-nya mas Buble. Di depan mata saya ada setumpuk DVD film yang saya pinjam, dan sempat memikirkan ‘kok Slumdog Millionaire gak banget yah…’

Entah kenapa saya lebih nyaman dan beberapa kali menonton ulang ‘The Reader’
atau ‘Vicky Chirstina Barcelona’, ketimbang best movie di Oscar 2009 itu. Saya berpikir lagi, apa saya harus menulis tentang film-film ini. Ahh, mata saya berbalik arah ke deretan buku-buku di rak kecil, mata saya terpaku pada jurnal perempuan yang tergeletak dengan asalnya, ‘seksualitas lesbian’. Saya teringat seorang teman kelas saya dulu di fisipol UGM yang adalah seorang lesbian, ‘berjenis’ femme. Artinya dalam relasi emosi/seksual dengan pasangannya teman saya itu berperan (gender role-nya) sebagai perempuan. Apa saya harus menulis tentang teman saya ini lebih lanjut?
Hati kecil saya berteriak bahwa ‘ini adalah isu yang sensitive, malas membahasnya!’ Okelah, saya menyerah dengan diri saya, sampai sadar bahwa lagu ‘save the last dance for me’-nya mas Michael Buble membuat angan saya begitu rileks dan ingin sekali berdansa. Tapi tidak dengan teman saya yang lesbian itu, meski saya pernah jatuhhati pada pandangan pertama. Soal berdansa, teman Jawa saya pernah berujar, ‘yakin lo? Berdansa? emang bisa?’

Oh, saya sudah belajar berdansa sejak SMP, lumayan fasih lho. Siapa sih orang Timor, Orang Soe, yang sonde bisa berdansa? Sepertinya saya ingin sekali pulang kampung juli ini, pasti ada banyak pesta dansa disana.

Ahh.

Saya menulis, saya mendengar lagu, saya terus membiarkan pikiran saya bergelantungan tak tentu arah di sini, kamar kecil tiga kali empat meter, bahkan menembusi ruang memori jangka panjang saya. Saya membiarkan tangan saya begerak diatas papan keyboard, membiarkan diri saya terus merasa dan mencerna setiap momen kognisi dan afeksi yang saya alami. So, maafkan saya jika tulisan ini akan jadi begini. Benar-benar tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa maksud khusus.

Tiba-tiba mandeg. Ini karena saya sedang mencerna Decode-nya Paramore. Oya, saya sudah menonton Twilight hingga 4 kali. Empat waktu dalam lingkaran musim jatuh cinta. Maksud saya, entah karena sedang jatuh cinta, saya berkali-kali mengharapkan kisah cinta saya sedramatis dan semanis kisah cinta manusia dan vampire. Saya bahkan sedang berpikir kapan saya bisa merealisasikan ide gila berpacaran dengan pacar saya di puncak pohon. Sama seperti yang dilakukan Bella dan Cullen di puncak pinus, dibawah rinai hujan dan kubah kabut, ahh so romantic. Cinta sudah membuat saya gila dan jatuh berkali-kali. Bahkan saya ingin merasakan kegilaan dan kejatuhan tersebut.

Ahh, saya makin ngawur. Apa saya ngawur? Saya mungkin sudah dilahirkan untuk menjadi penulis. Menjadi si pemimpi. Menjadi si pelamun yang punya banyak cinta he-he-he…percaya diri itu penting. Saya bahkan lebih memilih untuk duduk di depan laptop dengan banyak makanan berikut sedikit ketenangan, maka sudah jadi folder di laptop saya penuh dengan tulisan-tulisan buah tangan dan pikiran saya, dari hal remeh temen hingga yang saya anggap penting, bagi diri saya, karena saya masih ragu apa tulisan saya ini penting bagi orang lain? Lho, saya ini gimana yah…

Sepertinya saya sedang kecapkekan ketika ingin menulis. Alhasil saya seolah tersesat di hutan dengan seribu tanda jalan di kiri kanan saya, sampai bingung saya mau berjalan ke mana. Bingung sampai saya menulis 575 kata lebih ini. Saya tidur dulu. Semoga besok saya segar dan bisa menulis dengan topic yang jelas. Memori jangka pendek saya bahkan mungkin sedang tidak berfungsi, sejam lalu membaca Koran Kedaulatan Rakyat dan saya berpikir untuk menulis sesuatu dari kalimat yang saya baca, tetapi sayang saya lupa apa kalimat itu.

Yang pasti jangan letih menulis. Seperti saya ini, terus menulis, bahkan menulis yang tidak penting seperti tulisan ini…

Jogja 13 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...