Minggu, 12 Oktober 2008

Saya, Anda dan Eurico Gutteres


Jumat, 10 Oktober 2008, Hari ini masih flu sedikit batuk. Sebal juga karena sudah susah payah ke kampus, setelah dari GPIB latihan choir untuk pemebrkatan nikah seorang warga GPIB, eh malah si dosen tak masuk, tanpa kabar pula, sakit hati deh.
Malamnya, makan ayam goreng Jawa dari warung langganan. Jatah bulan ini. Sebagai anak kost memang harus irit. Normalnya makan malam tempe penyet, tahu atau telur, maka sebulan dua atau tiga kalinya harus makan ayam goreng. Makan kali ini agak telat karena bebrapa jam lamanya berada di depan computer hingga lupa makan.
Pukul 22.00 WIB, sudah terjadwal di otakku bahwa setiap jumat malam tak boleh ketinggalan menonton acara Kick Andy. Kick Andy memang salah satu acara talk show Indonesia terbaik itu menurut saya. Dan ternyata komisi penyiaran Indonesia pun sependapat dengan saya.
Menarik kali ini bintang tamunya Eurico Gutteres. Sosok yang saya tahu lebih jelas justru setelah saya kuliah. Ketika tahun 1999 Timor-timur atau kini Negara Timor Leste bergolak akibat dari opsi yang ditawarkan pemerintah Indonesi, merdeka atau tetap intergrasi. Saya ingat betul efek dari peristiwa tersebut karena wilayah tempat tinggal saya di Kapan, kabupaten TTS yang berada di jalur trans Timor, atau dari Atambua menuju Kupang. Sehingga otomatis tempat saya juga terimbas situasi pengungsian, ketegangan,dsb. Meskipun tak sebanyak yang terjadi di Atambua dan Timur kota Kupang. Waktu itu saya SMP kelas 1 dan peristiwa itu tak berarti lebih bagi saya. Kini setelah duduk di bangku perkuliahan, ketika mulai bergaul dengan buku dan diskusi, kembali peristiwa mencekam itu teringat dan semakin memudahkan saya untuk memahami lebih baik.
Kembali lagi soal Eurico. Episode kali ini benar-benar menggugah saya. Sepanjang tayangan tak henti hati kecil saya bertanya ‘apakah Eurico benar seorang Nasionalis? Bagaimana dengan saya? Sudahkan saya mencintai Indonesia dengan tanpa syarat? Apakah saya selalu berpura-pura hanya demi pengakuan orang lain? Adakah hati saya kuat dan seteguh prinsip bung Eurico? Pertanyaan ini selalu berulang mengusik konsentrasiku pada layar kaca.
Beliau begitu berapi-api bicara soal kecintaannya pada tanah air Indonesia dan merah putih, meski itu semua tak selalu terbalas dengan cinta dan ketulusan. Betapa Eurico sudah begitu matangnya masih diuji oleh bangsanya sendiri. Sama seperti hati kecil saya dengan pelan berujar ‘adakah dia benar-benar mencintai Indonesia tanpa syarat?’ dan pertanyaan ini harus buru-buru saya koreksi bahkan sebelum acara selesai. Yah, keteguhannya hati, jiwa dan raganya kembali terkuak dengan lantang malam ini di stasiun TV Metro. Lantas ditengah ketidakjelasan sosok-sosok pemimpin di tanah air kita, saya boleh berbagga dan menaruh harapan besar atas diri Eurico Gutteres kedepan, untuk Indonesia yang lebih baik. Saya yakin keteguhan dan kejujurannya yang sudah sekian lama ditolak atau dipandang sebelah kini berangsur membaik. Saya yakin dengan tayangan TV ini masyarakat kembali disadarkan dan Eurico pun bisa mendapatkan kembali nama baiknya yang hancur selama ini dengan adanya pengakuan dari masyarakat Indonesia. Dan dalam waktu yang lama pula saya kira semua yang salah itu dengan sendirinya akan dipandang lurus. Bagi saya masyarakat sekarang sudah begitu cerdasnya, yang tak lagi percaya dengan sosok-sosok yang kaadang hadir jika ada maksud saja dan ketiga maksud sudah ditangan maka rakyat akan dilupakan.
Bagi saya jika yang dilakukan Guteres selama ini adalah yang benar maka bukan tidak mungkin bahwa kini yang ada adalah bersiaplah untuk memanen buah baiknya. Siapa yang menabur benih baik maka dialah yang pantas menuainya meskipun benih itu ditabur dengan susah paya dan selalu mendapat cercaan dan tudingan miring, bahkan dipenjara oleh Negara/bangsanya sendiri. Saya kira benih sebagai pemimpin yang baik itu sudah berproses, sudah tumbuh baik dan kini akan menjelang masa panen. Dialah sang pemimpin sejati. Dan bung Eurico berhak akan hal itu.
Sejam menonton tayangan ini ada saat saya begitu bahagia, ada saat saya untuk sekian detik menahan rasa haru dan bening di kelopak mata saya. Ada saat pula saya tertawa bahagia dan merasa menang sebagai manusia sejati. Terima kasih bung untuk inspirasinya, untuk semangat mencintai tanpa pamrih, untuk tekad yang bulat dan kuat bagaikan karang. Saya rasa para pemimpin Indonesia patut menonton episode ini jangan hanya sebagai penggembiara film Ayat-ayat cinta atau laskar pelangi saja, karena bagi saya ini adalah contoh real dari seorang pemimpin (yang mungkin kecil artinya) yang bernama Eurico Gutteres. Semangat, tekad dan kecintaan yang tanpa batas bagi Bangsa dan Negara, dengan tidak egosi dan ingat diri semata.
Saya kira episode ini penting untuk mengggali rasa Nasionalisme generasi muda sekarang. Karena sudah begitu enaknya hidup ini sehingga untuk peduli kepada orang lain apalagi Negara sudah sangat minim. Terutama anak muda di daerah perkotaan. Ini pengalaman pribadi saya juga. Saya sebagai anak daerah, tumbuh dengan segala keterbatasan fasilitas pendidikan,dsb, namun saya begitu tahu, akrab ditelinga dan pedulinya akan keanekaragaman budaya,suku,adat dan bahasa, tempat-tempat ditanah air karena pengalaman saya didaerah kami selalu diajarkan hal-hal itu. Sepele memang tapi bagi saya keterlaluan. Ketika datang untuk kuliah di Jawa, maaf, tapi ini kenyataan, saya mendapatkan teman-teman saya seumuran, yang mungkin karena terbiasa hidup enak di kota atau apalah alasannya ketika berbicara soal Indonesia bagi saya terlalu minim. Saya heran banyak teman-teman saya dari Jawa tak tahu sebagian wilayah NKRI apalagi yang tergolong daerah tertinggal. Bahkan tak sedikit yang begitu ‘sukuis’nya memandang rendah/miring saudara setanah airnya yang berasal dari Papua, Sumba, Timor, Flores atau pedalaman Kalimantan, Sulawesi hanya karena mereka begitu tertinggalnya. Sungguh naïf. saya ingat ketika SD kami begitu fasihnya belajar atau menghafal peta Indonesia, daerah-daerah, pulau-pualu, bahasa dan kebudayaan seluruh Nusantara. Saya tidak menggeneralisir hal ini tapi mau saya tegaskan bahwa tak sedikti hal-hal sepele yang saya temui selama hampir 4 tahun ini saya tinggal di Jawa. Mungkin jelas bahwa daerah perkotaan memang rentan dengan regradasi rasa Nasionalisme atau semangat keindonesiaan. Jelas bahwa budaya luar sudah sebegitu berpengaruhnya.
inilah yang menjadi ancaman bagi kesatuan NKRI kedepan. seperti kata Eurico bahwa dia dan seluruh warga eks tim-tim yang memilih menjadi warga Negara Indonesia masih saja dipnadang miring, kurang diperhatikan kesejahteraannya bahkan masih dituduh mereka-mereka ini bisa berdampak buruk kedepan, bisa menimbulkan kekacauan. sangat disayangkan. jelas bahwa ketimpangan sosial masih saja dipelihara pemimpin kita, masih banyak daerah tertinggal. padahal bagi saya berbicara sejahtera, berbicara Nasionalisme, berbicara kemajuan, semuanya tidak hanya milik Jakarta saja, milik Jawa saja namun juga milik Papua, milik NTT, milik Ambon,dll
saya telah menonton dan tak sabar menonton tayangan ulangya hari Minggu esok, karena saya begitu bangga dengan bung Eurico.
Para pemimpin tak usah banyak berkata hingga mulut berbusa soal NKRI, soal Pancasila, soal Integrasi,dll tanpa tindakan nyata yang terpancar dari kehidupan harian kalian. Percuma juga jika segala kebijakan kalian selalu berpretensi ketidakadilan, berat sebelah, dan pilih kasih. Rakyat butuh tindakan tegas demi kesejahteraan dan masa depan yang berlandaskan pada keadilan social jika kita masih layak disebut Indonesia yang berPancasila!

*Foto from www.kickandy.com

2 komentar:

  1. Betul, Dek. Kita muku-maka belajar Palembang tuh di mana, Semarang tuh dimana... eh kita pung daerah mana dorang mo pelajari? Bahkan SEDIKIT ORANG YANG TAU KALO PANCASILA ITU DITEMUKAN, DIRENUNGKAN, DI ENDE. Betul2 deh... coba adek kau ingat2, di pelajaran Sejarah kita, pernahkah disebut Pancasila direnungkan di Ende (dibawah pohon Sukun : fruitbread tree)?

    *panas*

    Huekekeke... Btw Kickandy yang ini kk tidak nonton :(

    BalasHapus
  2. betul ka'e...seperti perasaan yang dialami bung Eurico, yang begitu mencintai Indonesia, rela dipenjara Indonesia yang dia bela mati-matian, sayang saudara2 WNI eks pengungsi Tim-tim di NTT maih kurang diperhatiakan. Kita selalu berusaha mencintai Indonesia namun sayang disisi lain, saudara2 kita sendiri yang selama ini hidup enak (di Jawa,dsb) mana pernah mikirin bahwa saudara setanah airnya di Papua,di NTT,dsb begitu sengsara namun masih tulus mencintai Indonesia. sedih sekali.bahwa kadang kita orang daerah justru jadi kambing hitam orang Jawa, karena orang2 penting di bangsa ini buktinya dari Jawa atau daerah2 yang secara nyata selalu jadi prioritas utama dalam pembangunan...sungguh ketimpangan sosial kian nyata

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...