Jumat, 05 September 2008

Jogja: Jalan Bumijo Lor No.1215


Bumijo Lor 1215
Pukul 21.06 WIB. Aku adalah batang yang paling hitam, sekiranya yang kulihat dari jiwa lelahku. Malam masih terlalu gadis buatku. Ah, karena aku terbiasa bangun dari kesadaran yang diam tanpa detak jarum jam. Lupa. Sudah berapa jam ini, sejak pagi aku tak menelponmu sayang…maaf karena aku tidak mencintaimu, hanya tubuhmu tak mencintai jiwa mudamu. Tak sudi buatku jika aku terjebak dalam belahanmu, sesaat ketika aku merengkuhmu jadi-jadian. (kita selalu lelah setelahnya, itu yang kau mau jika aku tidur!.)
Aku hanya bingung jika terlalu kasar kau menjebakku. Aku lupa tetapi alam bawah sadarku mengatakan lain untuk alasan ini. Alasan yang terbalik. Aku takut akan itu mungkin. Hanya karena aku terlalu muda untuk berkomitmen.
Aku terjebak hingga dua tahun kini. Asing namun aku menikmatinya. Kau juga bingung dengan tingkahku? Maaf jika aku tak menelponmu lagi. Hari hanya terlalu pagi buatku. Masih bingung? Yah, sama. Aku juga. Sering malahan. Aku menikmatinya sesaat setelah sesal menghantuiku bak maut di sebuah tikungan. Sejauh aku berlari pulang, sejauh itu juga kau menarikku pulang, pulang pada belahanmu tenang, kurengkuh, mengejang nikmat dan terkapar disudut bibirmu. Nikmat sekaligus membawa sesal. Apa arti dosa bagimu?
Yang kuingat, April 2005, di sudut timur Kupang, dibawah terik, dia yang lain melihatku. Tajam sejuta arti. ‘kau jangan pergi jauh, bahaya. Disini, sipangkuan perawan lahirmu saja’
Namun aku pergi! Kesini, Bumijo Lor 1215. ‘dia yang lain melihatku dengan gelap lain menanti…
Apa itu sebuah tanda peringatan buatku? Entahlah. Karena kini sejauh jalan dan lariku, aku kian batang yang paling hitam, sekiranya yang kulihat dari jiwa lelahku.

***

Dua minggu kemudian, aku menelpon dia cintaku, cinta pura-pura. Hanya mencoba dekat namun aku akan selalu mau menjauh. Kututup telepon sebelumnya terima kasih terurai. Aku batang berpura-pura lalu kau berkata tak ada cinta lagi untukku…aku tak jadi menutup telepon. Diam. Kau meminta kepura-puraan ini diakhiri saja, meski aku ingin berlama-lama saja menggantungnya, mempermainkan hatinya sampai tak berwarna, karena kumanfaatkan sosoknya hanya untuk menutup dia gelap yang kupuja, kutiduri di sudut bibir. Kau bersikeras, dan aku pasrah. Toh aku tak mencintamu adanya.
***

Aku berlari jauh dari yang hitam, namun dikejar baliknya aku tak kuasa. Aku berhutang salah pada dia cinta pura-puraku, pada dia yang lain sosok yang melihaku selalu gelap. Buat semuanya yang mencintaiku, aku mohon maaf atas kepura-puraanku. Kalian sungguh tak tahu itu, tetapi aku berhutang seribu sesal pada kalian, pada dia, dan dia yang lain, pada Tuhan, menantiku di ujung sana, entah berapa belokan lagi. Tuhan jemputlah aku, batang yang hitam ini….

(aku berada dalam baying-bayang sesal, merubah diri dan menghitam lagi. Aku selalu berdosa, berdosa yang tak kasat mata, karena hanya dia dan Dia yang melihatnya.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...