Rabu, 03 September 2008

Catatan Harian Part 7

Sore itu pertemuan kita di bawah angsono yang rindang tak sekedar kidung kemerdekaan hati yang tertaut. Kita jelas berbeda. Pada hamparan angin sore yang rapi sepoi menyapa, cinta perlahan terpatri demi sebuah ikatan. Mempersatukan perbedaan. Tak terusik. Dari sanalah, pohon cinta itu tumbuh

Pesonakan jiwa dan raga letih

Gairahkan diri ringkih

Semua ada akhir. Tak ada akhir cinta kita

Karena angin yang rapi tak seindah kala rindu

Ia selalu sensitive. Adakah angin juga emosional?

Di sudut hari, di tepi kapel syahdu

Waktu memisahkan tubuh.

Spesila buat BADE Crew : Basis alias Marsi Seda, Athalia Rohi alias Telly, Dream alias Chintya Aten dan Echa alias Stefani Michaela Rea. Sahabat seperjuangan di Pramuka Syuradikara, sahabat terakus di MM cafĂ©, sahabat tergila di pantai terlarang pantai dekat pulau Koa, sahabat tergila dalam perosotan dari atas gunung Meja. Dan semua hal aneh yang menguat persahabatan kita. Terima kasih untuk ketulusan kalian. Menerimaku sebagai teman ‘plus-plus’! pernahkan malam kita lewati bersama? Yah, disudut tebing Wolotopo, saat Camping Pramuka aku mendapati kalian begitu ‘bergelora’ di depanku, ah..ah… he-he. Maafkan untuk imajinasi ‘saru’ bersama kalian.

Juga buat Who Are Us crew, kebersamaan yang kita susun dengan sulit bagai kepingan puzzle aneh. Saat belajar, saat bangun pagi yang berat, saat ramai-ramai ‘gila-gilaan’ di kamar mandi, itu tanda bahwa kita melewati masa puber dengan sukses. Saat-saat cap jelek,aneh dan tak manusiawi keluar dari mulut, percayalah seribu cinta menyertainya. Tak ada rasa dendam kelak, hanya gelak tawa yang membutku cemburu dengan memori. Tak boleh membawa nama ‘bapak’dalam setiap cacian yah, kasihan mereka. By the way dah pada minta ampun lom sapa bokap masing-masing? Jangan telat yah.

Berikut sebuah puisi yang kutulis saat menjalani Ret-ret di Mataloko, 25 februari 2005:

Cahaya Kasih

Mentari ini kian tua

Namun dari selimut tubuhnya yang kurus

Masih ada pancaran kasih lembut.

Untukku rumput mudadalam perjananan panjang. Menuju

Pada cita-cita nan luhur

Hijaukan dunia…

Pesonakan diri, wujud Ilahi yang tak kelihatan

Dari pancaran matanya

Warnai mega senja jadi pesona

Dari hati

Tertuang pelangi yang mengukir karya dan doa

Untuk kubaca

Dia kuat

Warnai langit

Cerahkan dunia

Hangatkan alam, anak-anak terkasihnya

(puisi ini ditulis untuk Ayah tercinta. Dengan gemruh rindu dalam, emosi yang meletup, ret-ret yang membuatku menangis sejadi-jadinya, merasakan menjadi manusia utuh dalam waktu lima menit. Selalu gagal jika kucoba kemudian).

1 komentar:

  1. Mantap ade, mengenang kembali syuradikara...reportase NTT yang komplit. Bata dari lulus 2001 blm prnah kembali pi Ende. Nanti mau ajak anak istri sekalian. Su lama sonde aktif di kompasiana ko? kenalkan NTT lebih jauh lewat kompasiana.Gbu

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...