Agendaku (dengan beberapa editan dan penambahan kalimat maafkan atas kesederhanaan kata-kata)
30 April 2005
Malam minggu yang menjengkelkan. Kasus pelemparan dan aksi terikan serta pemadaman lampu kamar tidur oleh oknum-oknum tak jujur kembali memanas. Kembali menyita perhatian dewan komunitas. Sekedar catatan setelah reformasi bergulir di tubuh Asyur, terjadilah pro dan kontra baru. Dan ketika jabatan kami benar-benar diberi kepada adik kelas, semacam ada suatu respon protes dan ketidaksukaan terhadap perubahan. Aku membaca ini sebagai upaya ketidakpuasan tanpa sadar dari mereka yang kini berkuasa namun notabene adalah ‘korban’ terakhir dari sebuah perjalanan akhir ‘tradisi’ di Asyur yang tragis itu. Sama seperti yang sudah kubilang, aka nada bentuk perlawanan baru, uapaya ‘mempertahankan’ tradisi yag sudah dirombak hanya karena mereka pernah menjadi ‘korban’ dari kediktatoran semasa angkatan sebelum kami dan angkatan kami sendiri. Ini sama saja dengan sikap iri-ketakutan-ketidakpedean-dan takut tak berharga lagi terutama di mata yunior mereka. Pre post power syndrome mungkin yah he-he, sindroma ketaakutan gagal sebelum berperang. Itu terjadi tanpa sadar.
Waktu itu aku sudah menuju ke ruang kelas untuk belajar. Mengertilah saat ini bulan April aku begitu kebut-kebutan menjelang UAN.
Akibatnya, pater John marah besar karena merasa dilecehkan sebagai bapak asrama. Ceritanya menjelang magrib, hari sudah gelap, waktunya mandi dan belajar. Hanya saja masih ada yang rebut-ribut, santai. Bermaksud menegur namun ketika berada di ruang tersebut, lampu tiba-tiba sengaja dipadamkan. Gulita. Pater John yang cukup bermasalah dengan penglihatan sontak kaget. Tak berhenti disitu, atap dilempari batu. Ada tertawaan. Aka keriuhan. Tak heran jika pater John marah besar. Alhasil, kejadian ini dilaporkan ke rektorat. Masalah baru muncul. Luka lama jelas belum kering.
Sayang seribu sayang, setiap kali, berkali-kali terjadi. Rasa tanggungjawab seolah ditelan malam. Tak ada yang mau mnegaku jujur. Imbasnya Asyur diancam tutup jika tak ada jiwa besar dari pelaku. Ancaman yang sama ketika sangketa antara angkatan kami dengan yunior dan kami dengan rector beberapa waktu yang lalu. Kupikir kali ini tak ada tawaran lagi. Pater Didi telah menunjukan ekspresinya betapa kesabaran berada di titik nol. Diam.
Please God help us. Bagaimana yah…???
Malam ini benar-benar redum. Sepi.
Mau nonton, eh TV rusak parah (perlu pukulan keras di badannya supaya berfungsi).
Akhirnya konser Slank terlewati. Sial.
Belajar fisika sonde (Kupang:tidak) masuk otak. Ah…
Asyur
Di sini ada kehidupan. Dalam ziarah panjang. Dalam mencari jati diri.
Di sini, mereka ditempa dalam kerasnya hidup
Penuh tantangan. Mereka mengeluh
Karena jiwa-jiwa pemberontak masih menguasai umur mereka
Asyur, hidup penuh canda dalam warna perbedaan
Kadang, kawwan
Secuil perttentangan itu ada
Mereka masih muda. Lagi labil.
Darah bisa saja tumpah!
Medio 19 Maret 2005
Untitled
Ada bintang di sana…
Dibawah atap lengkung kuning. Asyur.
Dalam kebisingan dan taw aria
Penuhi ubun-ubun awak-awak putra pencipta
Pahlawan utama
Dari sana, dalam gelapnya dunia
Mereka dalam satu hati dan janji
Dalam bentang rerumputan hijau. Mereka hijau
Ada janji terpatri
Lewat mulut-mulut polos
Dalam ziarah jati diri
Ketika bintang di atas jatuh
‘ketika lampu padam, dan gelap mencekam
Dibawah pohon mangga, kami bernyanyi. Menarikan tali kasih dari hati
Ke hati hingga kami bersaudara. Angin bercerita
Tentang 14 sekawan: hidup punya makna,
Dan ketika itu banyak gemintang benar-benar jatuh dari peraduannya.
Dimana kawan…hei, itu. Disana.
Yah..itu dia. Bukan. Bukan itu tetapi
Disana. Mana? Aku tak melihatnya kawan. Mana?
(aku hanya melihat tawa tulus itu berbunga kasih. Kita adalah saudara. Who are Us?
Tanya ke bintang deh).
Medio 15 Maret 2005 ketika listrik asrama giliran padam. Kami sering berkumpul di bawah pohon mangga, diatas rerumputan Jepang yang kian botak. Kami menyusun empat belas mimpi dalam genggaman dua puluh delapan jari tangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...