31 Desember 2011:
(Bela-belain pulang kantor langsung ke supermarket beli spaghetti
dan saus siap pakainya, karena harus pulang ke rumah di Kapan, sekitar 20an km
ke utara dari kota SoE. Meski sedang hujan deras, rela basah yang penting
segera tiba ke rumah. Malamnya akan ada acara kumpul keluarga. Saya selalu suka
momen itu)
Puas rasanya kali ini bisa kumpul-kumpul bersama keluarga
disaat Natal dan Tahun Baru. Merayakan tradisi tahunan: ngumpul bersama para
sanak saudara, mengobrol, saling bercerita pengalaman masing-masing, ziarah ke
makamsesepuh, masak-masak menu spesial hingga berdoa bersama di malam
pergantian tahun. Memang kali ini tidak semua anggota keluarga hadir, tapi
tetap seru dan tidak kehilangan makna.
Dulu saat kakek dan nenek (dari pihak ibu) masih hidup,
ngumpulnya yah di rumah kakek nenek entah itu di malam Natal atau saat malam
pergantian tahun. Namun setelah meninggalnya kakek nenek (kami lebih akrab
menyebutnya Ba’I Oyang dan Nenek Oyang), tempat ngumpulnya beralih ke rumah kami,
rumah bapatua mamatua. Momen-momen langkah seperti ini sangat kami nikmatin. Biasanya
akan diisi dengan bercerita panjang lebar, topiknya apa saja, sambil menikmati
kudapan khas yang biasanya dibikin Mamatua. Kalau misalnya menu utamanya babi
panggang, maka semuanya sudah pada sibuk memanggang babi, menyiapkan sambal,
bir, sayuran, dll. Malamnya makan bersama lalu dilanjutkan dengan mengobrol,
makan-makan (lagi) atau nonton TV sambil menunggu waktu pukul 00.00 tiba. Menjelang
menit akhir menuju tahun baru anak cucu menantu biasanya sudah duduk dan berdoa
bersama. Bersyukur untuk rahmat selama setahun belakangan, dan memohon anugerah
Tuhan untuk kehidupan di tahun yang baru. Berdoa buat kesuksesan hidup semua
anggota keluarga (anak cucu menantu besan) dan berdoa untuk anggota keluarga
yang sudah meninggal dunia ataupun yang sedang sakit. Sejak kecil memang
merasakan pengalaman seperti ini, jadinya lebih berkesan ketimbang cuma nonton-nonton
pesta kembang api. Sepatutnya malam pergantian tahun baru diisi dengan refleksi
diri, melihat hati. Main Kembang api atau bakar petasan sih boleh-boleh saja,
minum bis bersama itu harus. Nari-nari hingga pagi juga boleh kok tapi perlu
ada obrolan dari hati ke hati antar semua anggota keluarga, perlu ada acara berbagi
pengalaman hidup, perlu ada refleksi diri dan sejenak melarutkan diri dalam
doa. Bersyukur kepada Sang Penyelenggara hidup itu jauh lebih penting,
ketimbang pestanya kan? Ini sih pilihan hati masing-masing…beruntung bahwa
keluarga saya masih setia menjalankan tradisi ini.
Semalam, Bapatua yang memimpin doa. Di luar sana hingar bingar
kembang api dan deru pawai sepeda motor memecah kekhusyukan berdoa. Selesai berdoa,
seluruh anggota keluarga bisa saling ‘ciom idong’ (cium hidung, tradisi yang
intinya sama dengan cium pipi kanan kiri, bedanya disini adalah saling
menggesekkan hidung ke hidung). Setelah itu saya yang sengaja menyibukan diri
dengan menyiapkan the panas untuk semua (khusus mala mini sih). Tradisinya sih
begitu, habis berdoa bareng dilanjutkan dengan acara ngeteh bersama. Bisa juga
dilajutkan dengan mengobrol, nonton TV atau boleh langsung tidur karena paginya
jam 8 harus ikut misa perayaan tahun baru di Gereja.
Jalan Kampung Baru No 2, Delapan jam sebelumnya…
Saya sudah sibuk di dapur. Kali ini memang tugas saya untuk
menyiapkan menu makan malam. Eh begini-begini bisa masak lho. Semua menu malam
ini serba babi: sup iga babi dengan labu siam, buncis dan kentang. Menu kedua, spaghetti
saus Bolognese dicampur daging babi cincang, babi goreng tepung dan babi kecap.
Mantaap kan? Cuma roti isi daging babi saya saja yang gagal, karena bibit
rotinya mungkin sudah gak bagus. Padahal sudah saya
uleni-remas-remas-banting-banting sampai lengan kanan pegel lho. Tak masalah,
karena esok siangnya kakak perempuan saya yang baru belajar bikin kue sarang
semut sangat berhasil bikin kue itu. Ditambah lagi rol gulung isi selain nanas
(buatan Mamatua sendiri) yang dibikin kakak saya itu enak juga.
1 Januari 2011
Pagi ini kota Kapan masih diguyur hujan. Tapi jam 8 pagi
sudah harus ke gereja.
Seperti biasanya misa tahun baru ini sepi ‘peminat’. Mungkin
kebanyakan masih ngantuk karena begadang semalam suntuk. Atau sedang capek
karena berdansa hingga pagi buta. Atau mungkin diantaranya masih ada yang
terkapar karena efek alcohol belum 100% lenyap.
Pulang dari Paroki Maria Imaculata Kapan, seperti biasa
obrolan seru berlanjut di ruang makan. Kakak laki-laki saya yang menetap di SoE
juga baru saja tiba dengan dua anaknya, Bintang dan Terang. Yang menyiapkan
menu makan siang kali ini adalah salah satu kakak perempuan saya yang tinggal
di Atambua. Menu utamanya, bakso tulang! Sepanci gede bakso tulang akhirnya
benar-benar saya pastikan sudah ludes di jam 3 sorenya.
Nah gimana dengan makan malam kita? Tanya salah satu keponakan saya.
Ternyata kami sudah diundang untuk makan malam di rumah
kakak saya lainnya, yang jaraknya tak seberapa dari rumah Bapatua-mamatua. Menu
utamanya: RW! Yakni daging anjing yang dimasak dengan banyak bumbu seperti
lengkuas, bawang merah -putih, cabe, jahe, kunyit, serai, dll. Rasanya memang
super pedas. Teman makannya tentu saja yang paling nikmat adalah bir. Sungguh nikmat
tahun baru yang ruaaar biasa! Kami makan dan terus bercerita diselingi canda
tawa. Nikmat rasanya sekeluarga, anak cucu menantu kumpul bersama dan menikmati
hidup layaknya sebuah keluarga. Keluarga yang solid, yang hangat satu sama
lain, yang care, yang terbuka, yang saling bantu. Maka pada titik seperti ini,
kejadian ini menurut saya jauh luar biasa ketimbang menghabiskan sejumlah uang
untuk sebuah pesta kembang api sesaat. Kalau sudah begini, mending di rumah
saja deh, seperti kata pepatah, home
sweet home. (langsung play lagu Home-nya Michael Buble, wew…makin bermakna
deh hidupmu, paling gak untuk hari ini, hari pertama di tahun 2012. Rumah memang
segalanya. Disana ada keluarga yang paling mengerti jalan hidup kita. Sebab dalam
keluarga, ada ruang tempat jiwa yang letih bersandar, yang haus mampir untuk
minum, yang kepengen curhat bisa leluasa bercerita…
Ah, rasanya kepengen melewati kejadian-kejadian seperti ini
setiap hari saja…sayangnya esok, semua akan pulang kembali ke rumah
masing-masing. Saya balik ke kos saya. Kembali ke rutinitas pekerjaan
masing-masing. Membawa oleh-oleh warna dari setiap pengalaman merayakan Natal
Tahun Baru bersama keluarga, dengan demikian harapannya 364 hari kedepannya
bisa terlampaui dengan lebih baik. Karena buah yang baik, bersumber dari pohon
keluarga yang baik…
Jadi kepikiran, pengalaman ini seperti nonton film Eat Pray
Love.
Karena kami Eat, Pray Love itu!
Kapan, 1 Januari 2012
Christian Dicky Senda. Blogger, penikmat sastra, film, psikologi dan kuliner. Kini menetap di kota SoE. Biasa berkicau di @dickysenda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...