IBU
ibu
aku tak tahu siapa namamu.
aku hanya tahu, kau satu-satunya ibu tua penjaja roti
aepanjang malam jalan Gejayan
aku melihat senyummmu, aku mengenal putih rambutmu
aku mengenal gendonganmu:
‘mas, beli yah mas, rotinya enak lho…’
gundah aku, resahi garismu
maaf,
kita selalu bersua (dan aku melihat tumpahan harap dari matamu)
aku pernah menolak dengan halus tawaranmu
lantas merasa berdosa karena harapmu pernah sia-sia
jika sedih ini yang kutahu
menyusuri malammu dalah menabur harapan
meski mungkin seringnya harapan kosong yang kau tuai
ibu, melihatmu aku jadi ingat ibuku di kampung yang pernah berjualan kue cucur
ahh,
ingin sekali bertanya padamu: apa artinya hidup bagimu kini?
********
Lelaki bersih dan Ibu Tua Penjaja Roti
pukul delapan malam, aku menemukan dirimu (lagi) di keriuhan warung bebek goreng
‘pak, bu, rotinya enak, beli yah?’
lelaki bersih itu segera mengeluarkan secarik dua puluh ribuan dari kantongnya
‘ini buat ibu, rotinya gak sudah aja. Gak apa-apa kok….’
ibu tua terpaku sejenak…
diluar sana, jalanan kembali basah oleh gerimis
sapuan angin tipis mengenai tengkukku, seperti tertegun…
******
Aku dan Ibu Tua Penjaja Roti
ibu, kita adalah pejalan kaki…
malam mempertemukan kita di Gejayan yang ramai
aku pada gendonganmu berisi roti-rotian
aku pada diriku yang selalu merasa setiap langkah adalah membebaskan jiwa!
malam kita adalah berjalan: menabur dan menuai
cuma bedanya, aku hanya terlalu sibuk dengan diriku
kau berjalan untuk menyapa
sedangkan aku berjalan untuk mengelabui hati…
Jogja, 5 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...