Rabu, 29 September 2010

‘Di Tokyo: Kesepian, Krisis Paruh Baya dan Cinta'

Aku baru saja menonton Lost In Translation, sebuah film karya Sofia Cappola, ttg cinta sesaat antara dua org Amerika yg baru saja bertemu di Jepang, dlm kondisi yg sama-sama kesepian. Cinta kilat yg manis antara si pria tua dan wanita muda yg sama-sama masih terikat perkawinan dgn masing-masing pasangannya. Si wanita menyebut: Anda yg sedang krisis paruh baya’, bergurau manja disetiap waktu. Karena di Jepang, mereka adalah 2 manusia yg kesepian.

Aku melihat betapa bertabrakannya cara pandang 2 manusia Amerika yg dengan sangat terpaksa menjalani keterjebakannya di belantara beton Tokyo, yang sisi-sisinya bertaburan cahaya dr tulisan-tulisan kanci yg memusingkan. Bahkan ketika sangat kagetnya si pria tua yg sedang menjalani sesi pembuatan iklan, berhadapan dengan seorang sutradara Jepang yg banyak bacot! Aku tak tahu sebegitu panjangkah membahasakan kalimat ‘Ia ingin anda memalingkan wajah dari kiri ke kanan’ dlm bahasa Jepang, sampai membuat si pria tua menahan sesak. Namun itulah Jepang, dengan ritme hidupnnya yg seolah mesin yg berteriak konsisten setiap detiknya, karena waktu yg berjalan adalah menguasai Asia, mencakar langit dengan gagahnya.


Mungkin itulah, gep-nya antara Asia dan Amerika. Tapi tentang perbenturan budaya yg jauh bertolak belakang, mungkin itulah pakaian dr film ini, selain bahwa tubuh yg dibalutinya adalah kisah cinta dua manusia yg gamang krn sepi atau krn salah satunya menganggap krisis paru baya sang pria sulit diraba si wanita muda. Kembali lagi perbedaan budaya, itulah kenapa seorang Scarlett Johanson begitu terpukau dengan remaja-remaja Jepang yg lincah berjingkrak-jingkrak di sebuah game center mutakhir dengan iringan backsound japannese rock yg mememekakan telinga dan berkata jujur bahwa jinggle dlm semua game buatan jepang begitu aneh di telingaku.

Aku menyaksikan ciuman terakhir mereka, ‘’si pria tua yg krisis dengan wanita muda dengan bibir mengundang di jalanan ramai Tokyo, ciuman yg berarti: aku mencintaimu, tapi aku harus meninggalkanmu, saat ini juga. Aku mencintaimu untuk pergi kembali mencintai yg lain, sama sepertimu, karena sesungguhnya cinta antara kita hanya ilusi yg didatangkan oleh kesepian akibat terdampar di negeri aneh seperti Jepang ini. ‘’

Mungkin juga yg dipikirkan si pria tua yg sedang krisis: ‘Aku harus pulang krn akhir pekan ini putriku akan menari balet di sekolahnya, tapi aku juga muak dengan isteriku yg kini menggantikan ‘I love u’ dengan ‘apa kau suka warna burgundy? Yah aku akan mengganti karpet ruang keluarga kita dengan warna itu. Aku sudah mengirimkan contoh warnanya via FedEx.

Dan bagi si wanita? ‘Aku akan kembali ke kamar hotel, menyepi karena ditinggal suami yg mungkin telah berubah menjadi fotografer jelalatan. Dan bisa jadi, aku harus melakukan hal yang sama seperti hari-hari kemarin, jatuh cinta dengan pria paruh baya yg kriris tanpa lupa untuk tidak sekedar karaokean dengannya, tapi tidur dengannya. Aku mau itu…’

*ide gila menulis setelah selesai menonton Lost In Translation. Sofia Cappola adalah sutradara hebat.* Jogja,27Sept2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...