* meminjam istilah Ag-ung Polos. he he he
@ Gang Wora-Wari 20 Gejayan, bersiap-siap melumcur ke Semarang
Gak tahunya kudu mampir ke Temanggung, ke ruma Elia, rekan kerja, sekedar untuk bersilaturahmi pasca Hari Raya Idul Fitri. Nyatanya gak ketemu, cuma ketemu mamanya aja. Puji Tuhan disuguhi opor ayam yg enak. Dari rumah Eli lihat ada kebun tembakau, foto-foto dulu he he he. Puji Tuhan.
gak liat aja pemandangan indah langsung berhenti dan foto-foto. Ini di Ambarawa, dekat perkebunan kopi.
Sejenak mampir ke rumah mbak 'Mewe' temannya Ag-ung Polos. Rumahnya ternyata adalah sentra produksi rosario, dan biasa menerima pesanan dalam partai besar dari yg paling murah seharga Rp. 4.500-an sampai rosario dari batu swarowsky austria seharga Rp. 500ribuan. waoooww. #Lumayan yg kedua, disuguhin bakso gratis. Puji Tuhan.
Meski macet akhirnya sampai juga ke kota Semarang. Tujuan utama mampir dulu ke Simpang Lima. Mampir ke Masjid Agung buat numpang pipis, liat orang jualan tahu gimbal tapi gak jadi beli. Yah sudahlah, mampir foto-foto di alun-alunnya kota Semarang lalu bergegas menuju Tugu Muda dan Gedung Lawang Sewu. Keburu hujan dan malam, perjalanan panjang di depan mata.
Mampir di Lawang Sewu, gedung tua peninggalan Belanda. Lawang Sewu artinya Pintu Seribu, karena bekas kantor ini memang mempunyai seribu pintu (dihitung dari jumlah daun pintu). Unik lainnya dari gedung ini, punya pendingin ruangan alamiah, pertama, banyaknya pintu dan jendela membuat sirkulasi udara lancar, selain bahwa komunikasi antar ruang bisa enak. Kedua, alamiahnya krn menggunakan sistem kolam yg diisi air di basement gedung. Ruang bawah tanah selain diisi air buat pendingin ruangan, juga dijadikan ruang eksekusi bagi yg melawan Belanda.
Kelak ketika Jepang menduduki gedung ini, kolam-kolam air bahkan disulap menjadi penjara-jongkok dan berdiri. Maksud saya ada dua macam sel, yg satunya bekas kolam setengah meter dimasukin tahanan dlm posisi jongkok, dan satunya sel yg merapat ke tembok, bentuknya kayak kamar pas di toko baju. Disebut sel berdiri krn emang dalam satu ruang sempit 1mx1m diisi 5 orang. Nah Lho! Ketika ada tahanan yg mati, biasanya akan dikeluarin lewat pintu rahasia yg lebih mirip kotak sampah lalu dihanyutkan ke sungai persisi di belakang Lawang Sewu. Seru deh kalo kesana, kudu ikuti tour ke bawah tanahnya, remang-remang dan ada airnya 20 cm-an. Sereem.
Dari Lawang Sewu kami menuju Kota Lama. Satu kompleks perkotaan yg cukup besar yg dibangun Belanda, ada perkantorannya, area niaganya, area pendidikan, gereja, hotel, taman kota, stasiun dan kanal-kanalnya.
Sudah pasti disainnya ala Belanda. Berada disini ibarat sesaat terlempar ke waktu yg berbeda, di negeri entah berantah. Inilah yg membuat kota Lama sering dijadikan lokasi syuting film seperti Kala, Merap Putih, dll.
Ini dia Gereja Blendhug (Blendhug krn kubahnya) kini bernama Gereja Kristen Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel. Dulu sih sudah pernah main kesini, sama teman-teman Gratia Plenna.
Kami berada disana ketika sudah senja dan Kota sedang rintik-rintik. Lampu-lampu jalan sudah menyala. Indah suasanannya. Serasa sedang berada di salah satu sudut kota di Italia atau Spanyol deh.
Bareng Vera Belo, rekan kerja yg 'gila'. OOps. he he he.
Setelah melewati Demak dan Kudus, akhirnya sampai juga di Pati, kota tujuan kami (rumah Nisa, rekan kerja). Puji Tuhan disambut hangat sama bapak ibunya dan diijinkan nginap 2 malam disana. Perjuangan belum usai krn masih muter-muter Jawa Tengah, dr Pati menuju Jepara, ke Pantai Bandengan. Pantai Utara dengan pasir putih.
Dalam perjalanan ke Jepara, kami menemukan hutan karet yg indah. Seperti biasa, mampir dan foto2. Puji Tuhan, betapa indah KaruniaMu.
Sampailah di Pantai Bandengan, Jepara. Pantainya indah. Ada fasilitas kayaking, banana boat, perahu layar, speedboat, dll. Ramai. Oya, ada beberapa hotel dengan private area yg menghadap langsung ke laut.
Hari berikutnya pulang via Solo karena akan mampir ke rumah rekan kerja yg lainnya, Bu Sari. Perjalanan dr utara Jawa menuju selatan Jawa membelah Grobogan dan Purwodadi. Sayangnya karena salah jalan kami hampir saja nyasar hingga ke Blora, untungnya cepat bertanya dan bisa berbelok ke selatan menuju Sragen. Sungguh melewati wilayah Sragen yg sepi, gersang dan 'kuno' kata teman saya. Dari Sragen kami lantas melanjutkan ke Solo, ke rumah bu Sari. Disuguhi pisang dan snack, Puji Tuhan. Kami lantas diantar ke kota Solo, ke pusat penjualan serabi solo, oleh-oleh khas Solo. Dari sana kami benar-benar sudah dihadang macet, menuju Klaten.
Di Klaten, di rumah Bu Yanti (seorang rekan kerja juga). Bersilaturahmi. Disuguhi sate ayam. Puji Tuhan. Hari benar-benar senja. Kami pulang kembali ke Jogja dengan letih menyelimuti tubuh. Tapi rasanya puas 3 hari mengelilingi Jawa Tengah. Puji Tuhan. Kata teman saya, Senda ini hadiah buat kelulusanmu. Oh God, thanks! Trims juga buat Ag-ung Polos dan hape kameranya yg kece abis, kita bisa foto-foto sepuasnya.
Jogja, 15 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...