Minggu, 11 April 2010

Curhat: Hitam Putih Indonesiaku

untuk http://www.naked-timor.blogspot.com CERAH HATI

Indonesia yang kata ‘Ayu Utami: dengan sedih aku cinta…’ nyatanya bikin panas dingin juga jika mengikuti setiap detik perkembangan (dan kemundurannya). Ini soal prestasi dan polemik. Bikin cinta, juga bikin sedih, yah ujung-ujungnya benar seperti kata Ayu, mencintai Indonesia dengan sedih. Lagian ini bukan salah atau benarnya Indonesia, melainkan tentang manusia-manusia yang ada di Indonesia.

Saya pun akhirnya bingung dengan kadar kecintaan saya pada Indonesia, mengingat banyak hal, sesama orang Indonesia sudah banyak membuat hati saya sedih-miris-kecewa, namun disisi lain, ada banyak pula orang Indonesia yang membuat saya bangga tak ada habisnya, seolah langsung kecipratan rasa Nasionalismenya. Benci, kecewa tapi juga cinta setengah mati.

Saya ke toko buku Togamas dan menemukan sebuah buku tebal tentang analisis seorang profesor berkebangsaan Brazil, bahwa Indonesia dulu kala adalah Atlantis yang hilang itu. Bahwa semua mengakui peradaban besar di zaman itu, dan Indonesia, tempat kita berpijak kini adalah juga tempat pijakannya peradabanperadaban mulia dan besar di jaman itu.


Saya sih mengkaitkannya secara positif, mungkin ada benarnya, Indonesia yang kaya ini masih menyisakan jejak-jeka peradaban mulia hingga kini. Manusianya, sukunya, keanekaragaman hayatinya, hasil alamnya, buanyak hal yang masih bisa kita dapati kini. Belum lagi misalnya soal peradaban manusia kuno dan fosil-fosilnya yang banyak di temukan di Jawa.

Satu poin yang membuat saya bangga, untuk tetap berpikir positif.

Tentang manusia Indonesia, ada begitu banyak jejak warisan yang yaaahh masihlah ada hingga kini, meski mungkin banyak diragukan keaslian dan ‘kekentalannya’. Kita adalah bangsa dengan populasi manusia yang besar, punya jumlah suku dan bahasa yang juga woooww banyaknya. Soal alam, posisi geografis kita mungkin adalah si Atlantis yang tercerai-berai dan muncul menjadi sebuah gugusan pulau baru bernama Nusantara ini, yang kayanya, yah semua tahu, makanya banyak banget orang rakus melirik ke arah kita, siap menerkam kita. Kita harus bangga tapi juga waspada, kuat sekaligus cerdas. Ingatlah sejenak ulah Malaysia kemarin-kemarin itu, kawan. Atau serbuan korporasi-korporasi asing selama ini.

Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca sebuah hasil polling kalau gak salah di situs travelling terkenal, The Lonely Planet, bahwa Indonesia adalah satu diantara 10 negara yang ramah soal harga berwisata, maksudnya tergolong paling murah untuk travelling, lebih baik dari Singapura dan Malaysia. Meski cost-nya terjangkau, yang didapatkan justru sangat memuaskan.

Tentang kepuasan, ada juga pengakuan dari hasil polling yang dilakukan sebuah organisasi yang mengkampanyekan pentingnya ‘senyum dan keramahan’, kalo gak salah saya baca di Yahoo! News, nyatanya menempatkan Indonesia di nomor 1 negara yang penduduknya ramah dan murah senyum. Dalam hati saya berujar, ‘hebat yah orang Indonesia, sudah mayoritasnya miskin, masiiih yah sempat-sempatnya memberikan senyuman terbaiknya buat orang asing (NB: peserta polling adalah turis asing). Belum lagi soal harga murah tadi, terlalu murah, kemurahan atau kitanya yang belum mampu mengelola sesuatu menjadi bernilai ekonomis?


Lantas dengan ini saya sudah bisa cinta? Yah, tapi masih ada yang mengganjal cinta saya. Mengganjal lalu memaksa saya untuk ragu-ragu, bingung, sedikit tidak percaya lagi tapi masih ada cinta, ada tekat untuk…’yah kita bisa berubah jika kita sejalan…’

Ini tentang berita selama ini yang membuat saya muak, memaki-maki ke arah layat TV, membiarkan diri melayani emosi sesaat yang gak ada gunanya juga. Koruspi, hal yang membuat saya marah. Dulu ada juga teroris. Saya kecewa. Markus, pencucian uang, suap-meyuap, mencuri lantas kabur ke luar negeri, tipu sana sini, lalu mengelak di TV tanpa rasa bersalah. Melihat parade muka-muka munafik jelas bikin saya mual dan marah.

Soal ini kita punya ‘prestasiny’juga lho, negara yang no. 1 terkorup se-ASIA!! Nyatanya reformasi kita gagal. Presiden kita lamban. Sudah gitu Jaksa Agung juga lamban, Kapolri apalagi, yah sudah lamban semua. Sayang yang dulunya tangkas dan cekatan dari KPK sudah dibui. Entah apa, yang lamban, melow dan suka curhat dipelihara terus namun yang tangkas dan vokal dicekal sana-sini. Soal pejabat kita, lupakan saja budaya MALU. Gak ada lagi rasa MALU kalo dirinya GAGAL memimpin, gagal mengkoordinir. Di luar sana para pejabat biasanya akan mundur sekiranya mengakui diri tak mampu atau karena bersalah, mundur dengan sukarela, tapi itu TIDAK berlaku di Indonesia.

PeDe saja meski faktanya sudah gagal memimpin negara ini, sudah gagal mebawahi institusi A, B dan C. Atau sudah sering membuat Timnas kita kalah telak mulu tapi tetap saja mencalonkan diri jadi ketua PSSI.

Bisanya cuma curhaaaaat trus, bermelow-melow ria di TV, nyanyi sana-sini, tapi jika diminta pendapat soal masalah riskan bangsa ini pada detik ini, mikiiiirrrnyaaaaa lamaaaaaa banget! Ampun dah. Seolah ketegasannya itu terbuat dari KARET, ada tapi cuma bisa buat ditarik-ulur tanpa ada solusi pasti. Saya malah berharap Kapolri, Dirjen Pajak dan Jaksa Agung mundur saja, sudah jelas terbukti mereka tak mampu memimpin, reformasi birokrasi yang digaungkan Cuma omong belaka.

Sampai ke poin ini, jelas saya kecewa.

Tentang kekecewaan para Facebookers untuk menolak membayar pajak apa salah? Saya rasa wajar, mereka kecewa, rasa kepercayaan mereka menurun drastis hingga limit nol mungkin setelah kasus Gayus. Dan kini ada seribu Gayus bermunculan, ibarat gunung es, ibarat jaring laba-laba raksasa, saling kait mengkait satu sama lain, dan bikin pantat kepanasan gak tenang (pengennya cepat-cepat kabur ke Singapura aja). Satu Gayus, seribu Markus, sejuta TIKUS, begitu tagline sebuah acara di Metro TV kemarin. Wah, rasanya mulut ini gak mau diam mengumpati para koruptor itu.

Kita bangsa besar, dulunya mungkin reruntuhan dari yang besar, pelan tapi pasti banyak kebesaran positif kita mulai tertutupi oleh kebesaran-kebesaran negatif.

Tentang besar itu, teman saya bilang, apa iya, kita negara besar yang mayoritasnya Islam taat tapi kok banyak koruptornya yah? Dan dia melanjutkan, dan di NTT, yang mayoritasnya Kristen, kok juga korupsinya tinggi yah?

Apa yah jawabannya?


Jogja, 11 April 2010

foto Gayus: www.inilah.com
foto tikus: www.acehinstitut.org
Atlantis: www.hadensq.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...