Kamis, 26 Maret 2009

eksistensi diri dalam ruang sunyi

kau menafsirkan diriku sebagai sang bahagia sepi. bahagia dikala sepi. aku bilang mungkin saja iya. ada banyak kemungkinan memang dalam diriku yang belum tuntas kuselami. aku merasa demikian. pasti atau tak pasti memang milik manusia kan? sebagian diriku terstruktur dari keeping-keping bernama sepi. sunyi. diam. emosional. tapi berisikan bahagia yang bahagia,. ekspresif. cerewet. menyukai keramaian. gaul. pencerita.

aku tak menafik ada banyak kosakata ‘sepi’ atau ‘sunyi’ atau ‘gelap’ atau ‘sunyat’ dalam perkataanku juga tulisanku. aku bilang iya. mungkin saja. karena sadar dan bawah sadarku memang diaktifkan untuk itu.

aku malah sedang menuju pada proses keseimbangan antara sepi dan ramai. sunyi dan riuh. diam atau bergerak aktif. tidak tertawa atau tertawa.

yang pasti aku bisa berkreasi saat aku sunyi ataupun saat aku ramai. menulis. memasak. menggambar. plesir. bernyanyi. bermain teater. lalu menulis dan membaca. sepi sempat membuat aku dianggap. tawa bahagia sempat juga membuat aku diakui. hanya saja sepi masih terasa aneh dan janggal bagi segelintir orang (aku tak menyebutkan kau diantaranya kawan!)

sepi dikatakan negatif.

bagiku tidak.

sunyi dan sepi membuatku bernas. sepi dan sunyi semenit bisa membuatku menghasilkan 2 puisi atau 2 buah lirik lagu. atau seporsi makanan. atau sebuah gambar. atau beberapa lembar bahan bacaan. dari sepi juga aku mendapat pundi-pundi uang. kenapa harus takut dengan sepi. dengan sunyi.
aku malah sedang bahagia mengasah potensiku saat-saat sepi dan sunyi itu datang.


(Bumijo Lor no. 1215, 25 Maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...