Sabtu, 14 Maret 2009

children oh children...



Dunia sekarang sudah penuh dengan miliaran orang-orang egois mungkin. Juga individualistis dan konsumtif. Tapi saya masih bangga dengan satu dari miliaran penduduk planet ini, Bill Gates yang lagi-lagi menjadi sang terkaya sekaligus sang mulia hati, punya banyak duit yang tak tanggung-tanggung tapi juga berbuat amal dengan duit yang juga tak tanggung-tanggung setidaknya menurut saya. Kata Winston Churchill, kesuskesan hidup adalah dengan memberi. Untuk itu jelas kenapa saya belum sukses.
Saya mungkin hanya sukses menyumbangkan ruh keegoisan merajalela di bumi ini, selain menyumbangkan gas buangan ke udara sehingga ozon jebol! dan yang kita sumbangkan juga mungkin tidak tanggung-tanggung.
Israel menggempur Palestina atau sebaliknya tak lebih dari sikap egois orang-orang dewasa atau kelompok sendiri. Teman curhat saya malah mengakui bahwa dia sedang berada di titik yang dirasakan ‘menjadi egois itu benar menyakitkan orang lain’. Saya malah belum mencoba untuk berada diposisi orang lain. Apalagi membayangkan dan merasakan penderitaan anak-anak Palestina atau di Negara manapun yang sedang berperang. Kata teman saya yang lain lagi ‘bisa jadi efek ke mental/psikis anak-anak itu akan lebih 2-3 kali lipat di 15 atau 20 tahun kedepan’. ‘mereka hanya hidup dengan ketakutan, kekecewaan, sumpah serapah, niat balas dendam, dll’ lanjut teman saya itu.
Mungkin yang sama juga di Negara kita, ketika kini televisi sedang menggempur anak-anak habis-habisan. Okelah kalau keponakan saya yang berusia 7 tahun begitu fasih dengan lagu-lagu bertema cinta buta, selingkuh, hingga cinta yang berdarah-darah dan bunuh membunuh ketimbang lagu-lagunya Bu Kasur dan AT Mahmud atau lagu-lagunya Trio Kwek-kwek, di jaman saya TK dulu! atau sepupu saya yang lebih rajin menonton sinetron dan infotainment ketimbang membaca buku. Efeknya? lihat saja nanti!

Lebih miris lagi bagi saya soal system pendidikan kita yang hanya menghasilkan generasi ‘robot’, tanpa karakter, yang jagonya sebatas otak kiri doang tapi kering kerontang di otak kanannya. Mereka jago berprestasi dengan nilau UAN yang setinggi langit, tapi mudah stress, depresi, bunuh diri, minim rasa empati, sulit mengekspresikan emosi atau antisocial. David yang barusan bunuh diri di kampus di Singapura itu ternyata pemenang medali emas Olimpiade sains di Meksiko lho.
Saya orang yang masih suka egois, tapi saya bukan seorang dukun aborsi, atau dokter yang buka praktik aborsi atau yang melakukan aborsi (karena saya tak bisa hamil he-he.) Siapa sih yang mau hidup sekian waktu lalu kemudian dibunuh? Tapi orang-orang egois mampu melakukannya!

Orang-orang egoislah yang suka berpikir seenak perutnya, hanya karena mereka itu dewasa bukan anak-anak, hanya karena mereka kuat, kaya dan berpengaruh.

Bahkan banyak yang mau meski sebenarnya kemampuannya diragukan, seperti Ponari dengan minuman berkhasiatnya ‘ponari sweat’, yang secara tiba-tiba lebih terkenal ketimbang Denias, disorot puluhan kamera, diserbu ribuan ‘penggemar’ bahkan penggemar dengan ‘daftar tunggu’nya segala, weizzz, bisa jadi yang egois justru orang tua/keluarganya Ponari, yang miskin tiba-tiba mendadak kaya (dan bisa mendadak membuat panggung dangdut semalam suntuk di Jombang sana, saran saya lho? mau?). Siapa sih yang mau miskin terus? Tapi bisa gak menjadi kaya tanpa harus egois?


Ponari dan para ‘idola cilik’ tentu bahagia saja dikelilingi durian runtuh matang, tapi mereka tentu tak kuasa menentang bayang-bayang syok akibat star syndrome dadakan itu, atau keterpaksaan membenci karena dalam situasi perang, atau tak sadar jika system pendidikan sudah menjadi mereka robot, atau sekian banyak efek-efek psikologis sekarang dan nantinya. Mereka mungkin sudah berada di suatu masa dengan kekacauan konsep diri, ‘sebenarnya saya ini siapa sih? anak-anak atau orang dewasa? atau diisi kepala mereka hanya ada rasa dendam, trauma dan depresi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...