Jumat, 24 Oktober 2008

Tarzan Hutan Beton

Tarzan Hutan Beton
suatu hari aku menangkap basah tubuhku bertelanjang dada
di sebuah hutan beton. putih, silau memnjarakan mata,
melelehkan kulit!sungguh sakit. aku meliha tubuhku bergerak lunglai,
kian menyusut, menguapkan segalanya tanpa batas (tinggalah celana
dalam dari plastic kresek bertuliskan sebuah merek dagang
perusahaan supermarket terkenal)
aku menikmati detik-detik saat tubuhku layu tersedot uap panas
sampai aku lupa bahwa semuanya terasa sama, ah, hanya satu!
tak ada bedanya, orang lain adalah aku, aku adalah sama
dengan orang lain. lantas aku berpikir untuk pulang, ke rumah yang adem
(ah, apakah ini benar sebuah pikiran? apa itu berpikir?)
oh, aku tak punya rumah (lagi), yang aku punya kini hanyalah
hutan beton, gigitan surya, gunungan plastik dan asap berseliweran bebas.
sungguh aku tak punya rumah! namun mengapa baru sekarang
aku sadar dan berpikir? (aku bahkan lupa apa itu berpikir, mengapa
harus berpikir?)mengapa baru kini aku berpikir untuk pulang ke rumah?
(aku masih bergulat dengan pikiranku sendiri) lantas bepikir lagi,
meski kabur. aku terus memaksa untuk berpikir dan aku terpaksa
menerima bahwa pikiranku menyesatkan diriku sendiri (aku memikirkan
sesuatu yang tak jelas kuraba). aku menyerah bersama seribu tanya
atas sesuatu yang tersama itu. lama sekali.
***
ternyata aku baru tahu mengapa aku selalu lupa dan sulit berpikir,
karena aku tak juga menggunakan hati saat berpikir. lantas?
aku tahu kini, rumahku adalah hutan yang rimbun menghijau,
penuh pohon. yah, pohon, benda yang lama aku lupakan,
benda yang kupikirkan dan selalu kabur.
dengan hati-hati aku terus berpikir (juga dengan hati) :
ketika kecil celanaku adalah dedaunan dan akar-akaran
kini berganti plastik kresek supermarket.
kini aku tarzan dari hutan beton
Bumijo Lor, 22/10/2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...