Minggu, 27 Juli 2008

Menjadi MONORITAS dalam kubangan MAYORITAS!

Dunia makingawat aja yah..tiap hari ada aja masalah. Satu yang buat kaget soal Ryan, sang eksekutor 5 orang (yang baru ketahuan sih). Hanya saja sayang, belakangan Media terlalu geganah dan cepat menilai, itulah media di Indonesia sekarang yang terkadang susah dibedakan mana yang infotaiment aman yang gak. Terlalu provokatif, gak kritis dalam menilai sesuatu, cepat mengambil kesimpuklan sendiri. Saya sedih dengan kasus Ryan, sedih dengan Media tanah air sedih dengan berita yang berlebihan. Ini soal kehomoseksualitasan tersangka. Saya sih kurang setuju soal pem'blow-up'an soal homoseksualitas dengan kriminalitas, yang justru malah mendiskreditkan kaum minoritas itu. Saya membaca koran2 di Jogja yang beritanya cenderung bisa menyeret paradigma masyarakat bahwa kaum homoseksualitas sangat terkait dengan kriminalitas. Terlalu dini dan tidak kritis. Padahal masih ada faktor2 lain, misalnya salah satu adalah indikasi psikopat. dalam suatu diskusi di warung angkringan, saya menagkap keresahan masyaraakat itu, dan cenderung menilai jelek kaum minoritas tsb. Situasi ini yang membuat mereka kaum minotritas tu angkat bicara. Saya diajak teman beberapa hari lalu ke PKBI, lembaga yang mewadahi akses hidup mereka (sebagai warga negara mereka patut dilindungi), kebetulan teman saya ini melakukan penelitian skripsi soal konsep diri kaum Gay di Jogja, kira2 begitu. Dan kami banyak berdiskusi dengan dosen soal itu. Dari teman perempuan saya ini, bayak informasi yang saya tahu. Dan sebagai mahasiswa, akademia, saya ditantang untuk bersikap kritis, terlepas soal orientasi seksual mereka. Saya rasa manusia gak punya wewenag soal itu. Itu urusan pribadi dengan Tuhan. Menarik memang mengetahui kondisi kaum minoritas di Bagsa yang katanya punya UUD yang menjamin hidup warganya, toh dalam kehidupan mereka masih belum bebas, masih terkucil,hanya karena mereka memilih orientasi seksual yang berbeda dengan kebanyakan orang lain. Saya bukan ahli agama, interpreter soal perintah Tuhan, tapi hingga sekarang saya toh masih yakin bahwa manusia tak punya hak menghukum seseorang hanya karena ia beda. Saya teringat dari berita Ryan dan keluarganya diganbarkan di kucilkan dari lingkungan, Ryan yang konon sudah menunjukan reaksi yang masyarakat sebut 'menyimpang' sejak lama kemudian mengucilkan mereka sekeluarga. Sunggu malang. Pantas saja jika seseorang yang dikucilkan itu, kemudian membentuk mekanisme pertahanan diri bari, kepribadian baru yakni pribadi yang anti sosial,Psikopat. Tak bisa disalahkan sepenuhnya kepada tersangka dan keluarganya, masyarakat pun saya rasa bertanggung jawab untuk hal ini. Dimana stigmatisasi itu menyakitkan, merugikan dan berbahaya.Saya rasa Ryan sudah menunjukan reaksinya akibat kucilan dari lingkup sosialnya dengan memberantas makluk sosial lainya. Dan media pun kiranya bisa lebih kritis menyebarkan berita ke masyarakat, supaya masyarakat pun bisa terlatih untuk bersikap kritis tanpa langsung menyerang tanpa ba bi bu dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...