Rabu, 23 April 2008

Puisi Buat Mama...

Buat Aleta Ba'un


Ibu,

Aku membaca berita tentangmu minggu lalu.Dan itu

membuatku miris berlapis salut yang

dasyatnya menggetarkan sisi emosiku!

'' makam nenek moyang kita akan dibongkar.

Disedot sampai memar. Hanya karena pusaranya

menyembulkan susu berlimpah. Kau menyebutnya

payudara yang hidup.''


Terbesit tanya : kau tahu arti hidup dan serakah,Ibu ?


Ibu

kau tentu tak lupa ribuan tahun sudah gugusan itu dibangun,

disusun dari rupa-rupa payudara.

Alhasil pinggang-pinggang seantero hutan berisi.

Sekaligus mengundang nafsu.

Aku tahu karya itu diawali saat purnama

yang gundah menggerakan tangan-tangan kasar

memetik pucuk-pucuk embun dan memasukkanua

dalam tudung sampai putih, kental dan kekal!

Dan untuk itu tak ada campur tangan kakek moyangmu.

Aku menyebutnya bapak pertiwi. Ini lucu.

Benar-benar membuatku tertawa atas kelakianku

yang kadang ceroboh dan sok hebat!

Yah, ada jeda sedetik untukku tertawa

( kegembiraanku sudah lama dicuri. Kala

adalah sedih yang melingkar, memikirkanmu)


Terbesit tanya : Adakah yang serakah itu punya hati,Ibu ?


Ibu yang malang,

kau tahu waktu dulu ribuan malam adalah

air mata yang mengairi seantero hutan sampai

gundukan itu penuh. Aku tertawa lagi.Karena

masih banyak manusia yang rakus merasa terancam

karena hatimu dan cintamu pada bau tubuh nenek moyang kita.

'' aku selalu membaca slogan

tipuan : ...demi kesejahteraan kita,rakyat banyak!''


Tersentil tanya : Kita??? Lu aja kaliii gue engak! Ya,Bu?


Ibu, berita ini membuatku terkurung sedih.

Kita masih dijajah yah,bu?

Disaat pemimpin berteriak, Merdeka!!!

Beruntung kita masih punya hati.

Lucu ya,Bu. Kau malah lebih peka soal

kesejahteraan, kemerdekaan, keadilan sosial,

global warming, daripada yang mengaku diri sarjana,

kaum intelektual,agamawan atau politikus.


Terbesit tanya lagi : Adakah pemimpin yang

masih punya hati, Bu?


Ibu,

aku heran tentang kabar kau dikejar-kejar preman!

Siapa mereka, Bu? Orang benar ?

Kasihan kalo mereka benar tak punya hati lagi.

Aku malu dengan diriku

yang masih menutup mata. Ini tak adil.

Aku melihat hatimu terjerat di mulut Neokolonialisme,

penjajah baru!

Tak kalah kejam dengan Londo*

Ada tanya : siapakah penjajah itu?


Ibu

aku mengkhawatirkanmu

tak bisa memetik embun untuk menyusui anak dan suamimu


Kau punya hati

Jaga itu!




Yogyakarta, 21 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...