Orang-orang hidup dari
masa ke masa dan mencoba menjaga tradisi turun temurun. Mencoba belajar dari
tanda-tanda alam, membuat kesempakatan untuk kepentingan bersama, bekerja dan terus
bermimpi untuk kehidupan yang lebih baik di hari-hari mendatang. Manusia menyesuaikan diri dan
bertahan hidup
dengan perubahan lingkungan dan sosial. Kampung adalah tempat orang secara
sadar dan sederhana memaknai kehidupan mereka. Cerita-Cerita dari Ceme adalah upaya menumbuhkan semangat menulis ulang cerita-cerita
lokal inspiratif dari kampung; bagaimana anak-anak melihat dunianya dan orang
dewasa bermimpi tentang masa depan yang berbaur begitu saja dengan tradisi
bertutur hingga rasa dari aneka kuliner lokal. Anak-anak mulai belajar melihat
isi dunia dimulai dari dongeng dan mitos-mitos. Orang dewasa melihat perubahan
sosial ekonomi dan mencoba menyesuaikan diri, beberapa tradisi tetap
dipertahankan sementara tradisi lainnya pelan-pelan mulai ditinggalkan (dari petikan Prolog buku Cerita-Cerita dari Ceme).
***
Pengalaman mengikuti program pesanggrahan Bumi Pemuda
Rahayu di Banjarharjo sungguh luar biasa. Atmosfer yang pas sebenarnya bagi
seorang penulis; keterbukaan warga untuk berbagi ide dan gagasan serta suasana
yang masih relatif tenang.
Sebagai orang baru, barangkali juga orang asing,
dengan waktu yang singkat, saya akhirnya harus memakai strategi untuk
memudahkan saya merealisasikan rencana proyek Cerita-Cerita dari Ceme. Ada beberapa benang
merah sebagai penghubung yang coba saya kaitkan dengan pengalaman hidup orang-orang
di Timor (saya hadirkan lewat tokoh fiksi Leon dari Mollo, Timor). Leon yang
ternyata punya keterkaitan darah dan sejarah dengan salah satu kampung di
Imogiri. Leon hadir di Banjarharjo dalam sebuah penelitian dan terkait langsung dengan berbagai
pengalaman baru dan kisah inspiratif di kampung Banjarharjo/Ceme lewat tokoh
Andre dan Siti. Hal ini penting sebagai sebuah strategi awal untuk menentukan
alur serta ide dan gagasan apa yang mau digali. Ada proses yang menarik selama
kurang lebih dua bulan penulis tinggal bersama masyarakat Banjarharjo. Berbagai
pertemuan, obrolan, pelatihan menulis kreatif bersama Andre, Endra dan Very,
memasak, menghadiri acara penting kampung seperti Suronan, nonton pentas seni
kampung dan sebagainya, kemudian menghasilkan banyak pertukaran informasi, ide
dan gagasan. Menyenangkan melihat dukuh Banjarharjo begitu terbuka dengan orang
baru serta perubahan sosial yang terjadi di lingkungan mereka. Masyarakat yang
rendah hati ini mencoba bertahan hidup dengan pekerjaan utama menganyam kerajinan
bambu, selain bertani, beternak dan menjadi tukang kayu.
Proyek menulis kolaborasi Cerita-Cerita dari Ceme
memang sengaja melewati proses kreatif yang serba tak terduga setiap
hari. Tulisan-tulisan lahir, tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika sosialisasi
saya dengan warga dukuh Banjarharjo sebagai narasumber maupun sebagai partner menulis. Saya berusaha keras untuk menulis cerita yang juga bisa dibaca semua
kalangan (tidak gampang menulis cerpen anak-anak). Beberapa tulisan anak-anak adalah hasil pelatihan menulis kreatif
yang kemudian saya jahit dengan cerita fiksi lain agar senapas dengan
ide/gagasan yang sudah dibangun sejak awal. Selebihnya adalah interpretasi
langsung atas ide dan gagasan yang ditemui setelah melakukan serangkaian
obrolan, wawancara dan berbagai bentuk interaksi lainnya dengan masyarakat
setempat dan sumbangan tulisan juga ilustrasi dari rekan-rekan pesanggrah.
“Di dapur, kita
mengelilingi sebuah anglo dari terakota berisi bara api, sebagai sebuah
persekutuan kecil yang baru. Sekumpulan manusia yang sedang merasakan betapa
hangatnya sebuah rasa kemanusiaan. Nyonya rumah hadir di antara kami dengan
senyum tulus yang mengibar-ngibar. Diambilnya poci berisi air lalu diletakan ke
atas anglo. Mata kami tertuju pada dua benda berwarna coklat itu. Kubayangkan
relasi anglo dan poci ibarat ayah dan ibu, saling menyatu dan mengisi. Sang
nyonya rumah memperkenalkan diri sebagai Wajirah lalu bilang padamu bahwa
minuman hangat nan nikmat akan disedikan bagi kita semua. Aha, barangkali
inilah minuman kemanusiaan. Kau menduga-duga dan perempuan itu memasukan
sembari memperkenalkan satu per satu bahan seumpama seorang ibu mendongeng bagi
anak kesayangannya.
Dedaunan dan reranting
patah, biarkan harum cengkih merasuk. Biarkan harum daun pala menusuk. Kayu
manis yang mengingatkan manusia pada kesuburan. Dan pada ruas jahe juga kayu
secang, rongga-rongga dada menaruh harapan akan kelegaan dan rasa
hangat.
Manis gula batu mengelabui kepahitan hidup, sementara saja, untuk kebahagiaan
yang abadi.”
Saya menyebut proyek menulis buku Cerita-Cerita dari
Ceme sebagai kumpulan cerita inspiratif. Di sana ada banyak ungkapan pemikiran
yang tulus dan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial masyarakat kampung,
beberapa sketsa dari Kenichiro Egami rekan pesanggrah asal Jepang yang juga berbicara
tentang Ceme. Ada resep masakan yang saya coba tulis ulang dengan teknik
berbeda, sebagai sebuah prosa disamping
beberapa petikan wawancara. Buku Cerita-Cerita dari Ceme dituli dengan pendekatan
sastra yang ringan dari sudut
pandang Leon, Siti dan Andre yang merepresentasikan pengalaman
hidup mereka dari kampung Mollo di pedalaman Timor, Nusa Tenggara Timur dan
dukuh Banjarharjo (popular juga dengan sebutan Ceme) di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
NB: Ilustrasi Sampul: Mikail Kaysan (pesanggrah BPR, birdwacther usia 11 tahun). Desain sampul Abdul M Djou
NB: Ilustrasi Sampul: Mikail Kaysan (pesanggrah BPR, birdwacther usia 11 tahun). Desain sampul Abdul M Djou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...