Jumat, 14 Oktober 2011

Pulang

: untuk Prim Nakfatu
pada sebuah sore yang dingin
aku pulang
melewati liukan jalan yang mengandung rindu
masa lalu,
kebisuan dan senyum mamatua, ibu renta
yang sebagian napasnya adalah angin dari
seantero lembah Mollo



sedikit tanjakan untuk sampai ke Bolaplelo
kilometer dua belas, kata lelaki tua bergigi merah
yang kutemui sedang menggiring pulang sapi-sapinya
memecah sunyi dengan
bunyi tuk-tuk dari bambu yang tergantung di leher
lembah di depan mata
tanjakan meliuk
menyisakan lukisan senja emas di pundak gunung Mollo
berselimutkan gugusan pinus bercampur ampupu
menghujam kulit-kulit tanah berlapis marmer
dan tujuh rupa mata air
pada sore yang dingin
aku pulang
melewati tanjakan
menyusuri liukan sepi seperti menempel
pada pagar-pagar
batu karang
yang setia rekat demi rumah lusuh coklat tua
beratap ilalang
harum batang kosambi
melambai dengan asap putih-putih
mejilati sepi dan angin malam lima belas derajat
menghujam bintang
ini jalannya
saat pertama kali sang penguasa wilayah pegunungan
itu datang
dari timur ia datang mencari rupa tujuh mata air
meski akhirnya bukan saja tujuh mata air ia kuasai
ia sendiri adalah ayam jantan mematuk semua
semburat kuning di cakrawala
yang meneteskan darah di persimpangan Netpala,
Laob, Fatumnutu sampai puncak Mutis
jadi anak-anak pagi
yang menamakan dirinya kuning
yang pandai berpantun dan mengabarkan petuah
bahwa senja meraka selalu kuning dan sore bisa
disebutkan dengan berbagai nama
ahhh
jika saja aku punya kuasa untuk memperlambat waktu
maka biarkanlah senja dan kesunyian ini boleh
terlukiskan dengan perlahan saja
sambil kupanggil terus cerita nenek moyang
yang mengendap dalam darahku
keluar
agar pohon dan rerumputan ikut bercerita
dan menyanyikan beruas-ruas pantun
aku
bahkan menarikan Bonet dalam ruang imaji
dengan bergandengan tangan seribu bukit kapur
serupa payudara suku bangsa Kenurawan dan Tkesnai
yang mengikat setia pada gunung dan akar pohon
aku pulang
dari batu-batu jalanan sepi menyeru –
mari pulang
jika kesana langkahku pulang
maka bergegaslah
ada jalan

yang akan disusuri adalah lembaran cerita tentang
keperkasaan anak-anak pagi yang manamai dirinya
kuning
ramah berkawan dengan alam
seruan yang menusuk hati 

Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...