Akhirnya oh akhirnya saya bisa juga baca buku
terbarunya Dewi Lestari alias Dee, Madre. Agak telat juga karena buku ini telat
masuk ke toko-toko buku di Kupang. Untungnya ada kakak saya Romo Sipri yang
kebetulan ke Bali, makanya bisa dimintai tolong beli Madre di sana.
Saya adalah salah satu dari banyak orang (yg
saya yakini) sangat menggemari setiap karya Dee semenjak kemunculan pertamanya
lewat Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh, Supernova: Akar dan
Supernova: Petir, lantas ada Filosofi Kopi, Rectroverso, Perahu kertas dan buku ketujuh, Madre, yang merupakan
kumpulan cerpen dan prosa pendek (selain Filosofi Kopi dan Rectoverso).
Semuanya bagus, menunjukan identitas seorang Dee yang penuh pesona, selalu hadir
dengan tema yang unik dan kompleks. Narasinya cerdas dan segar pula. Dari
kesemuanya jujur saya paling jatuh cinta dengan Filosofi Kopi, kumpulan cerita
yang hangat dan manis, cieeh...tapi benar lho, saya sampai berkali-kali baca
Filkop karena ketangkasan Dee bercerita juga isinya yang bernas. Seperti
secangkir kopi: mungil, pahit, manis, harum, bikin mata melek dan terus larut
dalam proses refleksi dari setiap cerita yang bermakna. Itu menurut saya.
Dan kini lewat Madre, yang langsung mengingatkan
saya akan Filkop, pengemasannya mirip, lagi-lagi cerdas dan bernas dalam
bercerita. Madre tak hanya mau bercerita tentang usaha sejumlah tokoh untuk
menghidupkan lagi sebuah usaha pembuatan roti yang sempat mati suri berkat
masih tersimpannya warisan adonan biang roti selama puluhan tahun, tapi Dee
juga menampilkan dengan baik karakter dari setiap tokoh yang merepresentasikan
sejumlah perbedaan baik suku, agama, budaya,
gaya hidup, kelas sosial, dsb seperti juga keragaman yg ada di Filkop
atau misalanya di Supernova. Dee mau menunjukan bahwa dengan berbeda bukan
berarti menjadi masalah tapi malah bisa menjadi keuntungan tersendiri karena
semua orang mau berjuang bersama demi kesejahteraan.
Suatu harmoni yang diciptakan dengan sangat
baik dan mulia misinya, misalnya tentang pendiri Tan De Bakker, Tan Sin Gie,
yang keturunan Cina menikah dengan wanita keturunan India, lantas anaknya
menikah dengan orang Manado dan punya cucu, Tansen, yang jatuh cinta dengan
gadis keturunan Cina pula. Disisi lain pemilik Tan De Bakker pun mempekerjakan
lima karyawan paling setia yg juga merepresentasikan mereka datang dari latar
belakang berbeda (jika dilihat dari namanya) ada bu Cory, pak Hadi, bu Dedeh, bu
Sum dan Pak Joko. Meski tidak eksplisit digambarkan, namun saya duga dari
namanya saja bahwa paling gak ada orang Jawa dan Sunda disitu, dan bu Cory
mungkin Kristen. Atau pak Tan tua kayaknya beraliran Kong Hu Cu dengan istrinya
yang dari Lahore itu pasti Hindu. Maka secara keseluruhan Madre adalah
Indonesia itu sendiri. Beragama warna.
Seperti kata Sitok Srengenge, menghargai
keragaman dan menghormati perbedaan adalah keniscayaan yang berakar kuat dalam
ranah sejarah, bisa menjadi modal amat berharga bagi upaya perwujudan hidup
yang kaya dan indah.
Sangat pas untuk menggetarkan kembali, saya
rasa, semangat kebersamaan dalama keberagamaman Bangsa Indonesia. Bagaimana
meski berbeda suku, agama, juga rentang usia namun jika dikerjakan bersama dan
kreativitas penuh maka hasilnya toh akan baik. Misalnya, akhirnya Tan De Bakker
yang sempat mati suri dibangun kembali oleh Tansen sang generasi penerus
bersama Mei, kekasihnya, dengan manajemen baru tapi tak menghilangkan sama
sekali citarasa klasik dari roti-roti yang dicipkatan pak Tan tua. Bagaimana
kelima karyawan Tan de Bakker meski sudah sepuh tapi masih diminta untuk
membantu. Sungguh sebuah kreativitas dan kerjasama lintas generasi yang baik
demi kembali kokoh usaha tersebut.
Madre terdiri dari 13 karya cerpen dan prosa
pendek selama kurun waktu lima tahun terakhir. Temanya beragam, mulai dari
perjuangan menghidupkan kembali toko roti kuno, dilema antara cinta dan
persahabatan (cerpen Menunggu Layang-layang dan Guruji), dialog antara ibu dan
janin (Rimba Amniotik), reinkarnasi (Tanyaku Pad Bambu) hingga tema kemerdekaan
sejati (prosa pendek Percakapan Di Sebuah Jembatan).
Jika Filosofi Kopi adalah minuman pembuka maka
Madre adalah menu utamanya, atau Madre adalah roti-roti klasik yang mantap
dinikmati bersama Kopi, mereka sungguh berbeda tapi nikmat untuk disantap
bersama. Itulah Dee, yang selalu bikin saya penasaran hingga tertawan. Itulah
hidup, kau punya kebaikan yang bisa membuatnya jauh lebih baik, seperti yang
selalu dibuat Dee lewat karya-karyanya...
Selamat membaca
(makasih romo Sipri, akhirnya sudah membelikan
saya Madre)
Kapan, Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...