Minggu, 24 April 2011

Nenette


Akhirnya berkesempatan ikut dalam acara Festival Sinema Prancis yang diselenggarakan Lembaga Indonesi Prancis (LIP), setelah Rabu lalu gak sempat ikutan presentasi DELF dan studi di Prancis (Campusfrance). Lumayan deh, ada 6 film yang diputar di Empire XX1 Jogja. Pengen sekali nonton keenamnya, sayang sekali waktunya bersamaan dengan hari raya Paskah, tapi masih beruntung karena ada beberapa film yang waktu pemutarannya gak bersamaan dengan jadwal misa dalam rangkaian Paskah.

Satu film yang saya tonton hari ini, Nenette. Film dokumenter karya Nicolas Philbert dengan durasi 70 menit. Ceritanya tentang Nenette, si orang utan Kalimantan yang sudah menetap di kebun binatang Jardin Des Plentes Paris sejam tahun 1972. Nenentte sendiri lahir di hutan Kalimantan tahun 1969 (sekarang 42 tahun). Saking tua umurnya, Nennet bahkan satu-satunya binatang tertua di kebun binatang tersebut dan juga binatang yang usianya lebih tua daridapa anggota staf yang bekerja disana. Kandang Nanette juga yang paling sering dikunjungi, diantara kandang dari binatang-binatang lainnya. Yang spesial inilaha yang mungkin jadi alasan Nicolas untuk membuat film dokumenter ini.

Ada beberapa hal yang menarik disini: orang utan, sesuai namanya, dari film ini ingin menunjukan bahwa mereka mungkin satu-satunya binatang yang perilakunya paling mirip dengan manusia. Cerita lain tentang Nenette, ia sendiri sudah tiga kali kawin. Mereka sebenarnya binatang yang setia. Kawin pertama saat masih di Kalimantan, kedua saat di Paris tapi kemudian pejantannya mati karena sakit (yang kemudian membuat Nenette sempat stress bertahun-tahun) lanntas kemudian kawin lagi yang ketiga kalinya. Kini Nenette tinggal sekandang sama salah satu anaknya (orang utan jantang yang sudah dewasa juga). Pihak bonbin masih menduga, apakah jika tinggal bersamaan memungkinkan akan terjadinya inses atau hubungan seksual antara Nenette dan anaknya. Ataukah tidak mungkin terjadi karena Nenette sendiri sudah ‘menopause’? Ini masih rahasia.

Film ini sendiri diceritakan dengan bahasa Prancis dan subtittle Inggris. Sayangnya cara bicara orang Prancis yang serba cepat sehingga mempercepat juga pergerakan subtittlenya, ditambah lagi bahwa ini bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia, yah sudah saya kudu esktra ‘kerja keras’ untuk memahami isi film ini. Tapi, sisi positifnya bahwa bukan saja ada informasi baru terkait kebudayaan Prancis tapi juga untuk melatih kemampuan bahasa Inggris saya tentunya.

Dan semoga dengan ikutan nonton film2 di Festival Sinema Prancis ini akan menambah motivasi saya untuk mewujudkan mimpi saya kuliah di Eropa! Amiiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...