Sepanjang hari ini saya melihat banyak sekali berita di internet yang meliput tentang perhelatan Golden Globes di Amerika sana, salah satua jang bergengsi dunia yang khusus memberikan apresiasi bagi para sineas dunia. Kagum karena beberapa film (film panjang, serial TV dan miniseri TV) yang masuk nominasi sudah saya tonton, meski tak banyak juga. Ada rasa sedih Karena kondisinya memang demikian, setelah menetap di kampung sendiri, otomatis akses untuk menonton film makin berkurang. Berbeda ketika 6 tahun tinggal di Jogjakarta, ajang-ajang festival film seperti ini selalu saya pantau di TV, sekalian meriview dan memperkirakan sendiri film mana yang bagus, siapa-siapa saja yang layak menang, dsb.
Oke, saya bukan seorang sineas, bukan juga yang pernah/sedang belajar teknis film/sinematografi (eh dulu sih, beberapa SKS saja ketika masih kuliah di Fisipol UGM jurusan Adversitising). Tapi karena bermula dari suka nonton film, dan ketika tinggal di Jogja, hobi saya ini terfasilitasi dengan baik, maka akhirnya jadi makin suka hal-hal seperti ini. Terfasilitasi disini maksudnya, ketika di Jogja punya banyak teman yang bisa meminjamkan VCD/DVD filmnya, ada rentalan DVD murah meriah tp punya banyak koleksi film-film bermutu (dari jaman film bisu dan hitam putih, hingga film terbaru yang sedang menjajaki berbagai festival film di luar sana). Saya mau sekali menyebut nama rental itu, lokasinya dekat jalan Gejayan, selokan mataran di belakang kampus UNY/UGM, yah Universal Entertainment. Sangat direkomendasikan. Alasan lainnya, petugas-petugas di Universal ini adalah semua juga yang menggilai film, so pengetahuan mereka akan film selalu saya sukai. Ke sana dan sebut saja, ‘suka sutradara ini, atau suka film-filma Jepang atau Spanyol misalnya, genrenya bla..bla…’ dan kita akan mendapat banyak referensi lengkap (selain catalog yang sudah terupdate setiap bulannya),
‘oh sutradara A film-filmnya yg bagus bla..bla..bla…oh film Spanyol, bla..bla…sudah nonton ini blum?’ lengkaap deh. Dan serunya lagi disaat sedang melayani pelanggan, mereka juga bersedia untuk melakukan semacam ‘diskusi kecil’ yang spontan, misalnya kata pelanggan, ‘ah filmnya Woody Allen yang Vicky Christian Barcelona itu bla..bla..bla’ dan mas-mas penjaga juga akan melontarkan alternative argument mereka sendiri, dan jadinya malah seruuu. Belum lagi ada pelanggan lain yang ikutan berseloroh, ‘hmm, menurutku sih….bla..bla..’. akhirnya, mampir ke rental bukan sekedar datang, pinjam, bayar, nonton dan kembalikan, tp didalamnya ada juga diskusi/dialog, ada sharing pengalaman dan pengetahuan antar petugas dan pelanggan. Itu yang belum saya temukan di tempat-tempat lain. Kadang diskusi bisa berlanjut di Facebook, di luar gedung bioskop, di kantin kampus, di warung angkringan, atau di kamar kos.
The Descendants, film terbaik Golden Globe 2012
Itulah yang saya suka dari sikap para ‘moviegoers’ Jogja. Kapanpun, dimanapun, selalu ada keterbukaan untuk berdialog, melontarkan argument masing-masing, dan itu yang bikin seru. Hingga akhirnya diskusi pun tidak sebatas ceritanya bagus apa gak, acting si actor bagus apa gak, tapi lebih dari itu. Bisa akan melebar ke topik-topik yang terkait dengan ilmu psikologi, sosiologi, antropologi, kebudayaan, hingga teknisnya film: tata music, editing, screenplay, dll. Akhirnya diskusi-diskusi seperti ini akan berimbas ke pengetahuan kita tentang film, akhirnya kita akan tertantang terus untuk memperbaharui setiap informasi, misalnya dengan beli majalah film spt Cinemags atau Movie Monthly, rajin-rajin bukan situs khsusus film seperti iMbd atau nonton acara festival film bermutu spt Cannes, Oscar, Golden Globe, Venice, Berlinale, Toronto, dsb. Kalaupun tak sempat nonton, paling gak memantau via internet he-he-he.
Dan jujur saja setelah beberapa bulan kembali menetap di kampung sendiri, hal-hal seperti diatas tidak saya temui lagi. Di Kupang saja, sejauh ini belum saya temui rentalan yang isi film/drama serinya lengkap dan selalu diupdate. Apalagi di Soe? He-he-he… tapi tak masalah, yang penting segala info tentang film masihbisa saya dapatkan di internet (meski filmnya belum saya tonton atau tidak akan pernah tonton, akh smoga opsi terakhir tidak terjadi pada diri saya).
Selalu yang saya bilang, pada akhirnya hobi menonton film tidak sebatas hiburan semata, ada sisi edukatif disana yang bisa penonton ambil. Meski tidak semua film. Perlu dibekali juga pengetahuan kita akan criteria-kriteria film berkualitas, baik itu rekam jejak sang sutradara, pemain yang terlibat, asal Negara film itu dibuat, kadang bisa menjadi sebuah alasan kita memilih untuk menonton film tersebut. Misalnya saya yang selalu suka dengan representasi kebudayaan-psikologis-sosiologis orang Jepang dalam sinema mereka, orang Spanyol dan Perancis dalam sinema mereka. Belakangan sineas-sineas Middle East juga banyak mengeluarkan film-film berkualitas mereka.
Pengalaman ini makin menguatkan saya bahwa Jogja, dengan segala kebaikan dan kekurangannya, masih menjadi pilihan tepat untuk belajar, untuk kuliah, untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Ilmu disini tak semata hanya di bangku kuliah saja lho, di luar kampus, ada begitu banyak pilihan tempat untuk memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Tinggal pilih komunitas mana yang sesuai dengan minat kita.
Ah, menulis ini bikin saya kangen Jogja lagi…
Jogja memang istimewa di hati. Cieeeh
Christian Dicky Senda
Blogger di komunitas Blogger NTT dan komunitas MudaersNTT Menulis. Penikmat film, menulis kumpulan puisi Cerah Hati (terbitan IBC, 2011). Pernah menetap 6 tahun di Jogja, kini tinggal di SOE, Timor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...