(catatan perjalanan inspiratif dari Sipri Senda ke Jerman)
Perjalanan dengan Bimbingan SMS
Ini kali kedua saya ke Jerman. Tahun lalu dari bandara ke Gross Gerau dengan bimbingan navigator satelit. Kali ini dengan bimbingan SMS. Dari Hahn saya menumpang bus ke Main, lalu ambil kereta menuju Gross Gerau. Ini pengalaman pertama pakai bus dan kereta. Saya menikmati saja perjalanan ini, tapi Anna dan Irmgard cemas bila saya tersesat, maka selalu dipantau dengan SMS Di stasiun Main saya tanya ke bagian informasi, dan saya dibantu petugas dengan begitu baik, tidak hanya menjelaskan tapi juga menolong membelikan tiket dan menunjukkan tempat di mana saya harus menunggu kereta, juga nomor kereta dan jam keberangkatan. Semuanya begitu detil sehingga saya tidak ragu akan tersesat. Bangsa Jerman memang terkenal sangat disiplin dan teliti. Tepat jamnya, kereta tiba dan berangkat. Sms dari Anna kembali mengingatkan supaya jangan lupa turun di Gross Gerau. Ketika saya turun dari kereta, mereka berduapun turun dari mobil untuk menjemputku. Selamat bertemu kembali. Bimbingan lewat sms ini menarik untuk direnungkan. Manusia adalah makhluk yang berjalan, homo viator. Ada banyak jalan, baik yang menuntun ke tempat tujuan, maupun yang menyesatkan. Maka perlu bimbingan yang tepat agar tidak tersesat. Manusia berjalan menuju Allah. Tapi ada banyak jalan yang menyesatkan, yang tidak mengantar manusia kepada Allah, namun ke neraka. Hanya ada satu jalan menuju Allah: Yesus Kristus. Dia telah berkata: Akulah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14,6). Teringat pula pengalaman para majus yang dibimbing oleh bintang hingga sampai di Betlehem dan menemukan sang Raja yang baru lahir, Yesus Kristus Tuhan (Mt 2:1-12). Tuhan selalu menuntun orang yang mencariNya dengan tulus hati. Bimbingan Tuhan mengantar manusia pada keselamatan.
Frau Irmgard yang Disiplin
Seperti tahun lalu, saya tinggal di rumah ibu Irmgard. Satu hal yang menarik dari beliau adalah disiplin hidup harian yang berkanjang. Beliau telah berusia 86 tahun tapi masih gesit dan cekatan. Kegiatan harian diatur dengan cermat dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Selalu tepat waktu, teliti dan menempatkan semua dalam keteraturan. Setiap pengeluaran keuangan dicatat dengan cermat. Ia menggunakan pembukuan sederhana, tapi sangat jelas dan teratur. Disiplin hidup rohaninya pun mengagumkan. Doa harian dan misa dihayatinya dengan penuh semangat. Seperti tidak pernah lelah dan bosan. Kedisiplinannya ini sangat jelas memberikan inspirasi bagi saya yang banyak kali amburadul dalam mengatur kegiatan harian. Ketika sudah tiba di Roma, saya menulis surat kepadanya dan menyampaikan terima kasih atas pelajaran berharga yang beliau berikan: disiplin hidup. Memang, hanya orang yang berdisiplinlah yang berhasil dalam hidup. Santo Paulus memberikan nasehat kepada umat di Roma supaya bertekun dalam disiplin hidup dan disiplin iman, “Janganlah kegiatanmu berkurang, hendaknya semangatmu bernyala-nyala. Layanilah Tuhan, bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.” (Rom 12,11-12).
Frau Anna yang Suka Menolong Sesama
Ibu Anna adalah sahabat ibu Irmgard. Satu hal menarik dari beliau adalah kepekaan hati untuk menolong sesama. Ini terlihat jelas dalam hidupnya yang suka membantu sesama yang susah, yang membutuhkan bantuan. Selama di Gross Gerau saya mengalami juga pertolongannya. Dengan senang hati beliau bersama ibu Irmgard selalu bersedia mengantarku dengan mobilnya baik ke gereja untuk misa maupun ke tempat wisata rohani. Menolong sesama adalah wujud cintakasih yang diajarkan Kristus Tuhan. Dari perspektif ini, ibu Anna sungguh seorang murid Kristus, yang dengan rajin dan tekun menghayati ajaran cintakasih, menghayati injil, berbuat baik kepada sesama. Menolong sesama biarpun dalam hal-hal kecil, namun itu sangat berarti bagi yang ditolong, tentu saja bernilai besar bagi kehidupan. Cintakasih, biapun dalam wujud yang kecil, tetap membiaskan daya hidup yang menakjubkan. Ya, karena Tuhan adalah kasih, dan siapa menghayati kasih, ada bersama Tuhan, hidup dalam Tuhan, dan menghidupkan orang lain dengan kekuatan Tuhan (bdk. 1Yoh 4,16).
Kunjungan ke Selingenstadt
![]() |
salah satu sudut kota Selingenstadt (sumber: flidolin.de) |
Suatu siang semasih di Palermo, saya mendapat telpon dari seseorang di Jerman. Saya belum mengenalnya. Ternyata bernama Ibu Maria, blasteran Flores Timur – Rote, yang pernah tinggal dan sekolah di Eban, karenanya bisa doa salam Maria dalam bahasa Dawan, kini tinggal di Jerman, menikah dengan orang Jerman dan punya dua anak. Mamanya bernama ibu Cory sedang berada di Jerman menjenguk anak dan cucunya. Mumpung masih di Eropa, lebih bagus sekalian ziarah ke Roma. Makanya ibu Maria meminta saya membantu mendampingi mereka selama keberadaan mereka di Roma nanti tapi saya katakan saya berada di Palermo. Lalu saya mengontak teman P. Vian CMF di Roma dan dia bersedia membantu mereka. Ibu Maria tinggal di Selingenstadt. Ketika sudah kembali dari ziarah ke Roma, dia mengontak saya dan meminta saya berkunjung ke rumah mereka. Oke, bisa diatur. Saya ke Selingenstadt sendirian, numpang kereta. Tak jadi soal karena penjelasan rinci dari petugas yang menjual tiket menjamin tak kan tersesat. Di stasiun, saya dijemput ibu Maria. Saya merasa begitu gembira bisa bertemu dengan orang-orang setanah air, se-propinsi, di tanah rantau seperti ini. Ibu Maria memasak nasi... ah, masakan indonesia yang sudah lama tidak saya kecap. Ini dia saatnya mumpung ada kesempatan. Ngobrol dengan ibu Cory dan ibu Maria selama sejam lebih. Kami sharing banyak hal tentang kehidupan iman. Semua gembira dan bahagia bisa berjumpa. Memang kunjungan persaudaraan selalu menggembirakan. Elisabeth gembira ketika dikunjungi Maria (Lk 1,39-45), Zakeus mengalami transformasi hidup setelah mendapat kunjungan Yesus (Lk. 19,1-10). Jam 16.00 saya diantar pulang dengan mobil. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan. Tuhan memberkati!
Kunjungan ke Marienthal
Ibu Irmgard dan ibu Anna merencanakan kunjungan ke Marienthal yang berjarak kurang lebih 60 dari Gross Gerau. Cuaca pagi itu kurang bersahabat, hujan dan kabut, tapi kami tetap berangkat. Hampir setiap tahun mereka selalu berkunjung ke tempat ini. Uskup Domi juga sudah pernah ke sana diantar mereka. Santuario ini didedikasikan kepada Bunda Maria, dikelola oleh para padri Fransiskan. Tempatnya memang bagus dan amat pas untuk berdoa. Sayang, hujan dan kabut menghalangi pemandangan indah. Namun keheningan tak pernah hilang; kekhasan utama yang menjamin keasyikan berdoa, bermeditasi, berkontemplasi. Sekelompok peziarah juga datang saat itu. Kami misa bersama, saya juga ikut misa konselebrasi. Dalam misa kudoakan semua yang hadir, ibu Irmgard dan ibu Anna, juga mereka yang menderita. Sesudah misa tidak bisa jalan-jalan di seputar kompleks santuario karena hujan. Karena sudah siang, kami memutuskan berangkat mencari restoran makan siang. Hampir semua tutup, kecuali pizzeria italiana milik Saba dan Claudia. Asyik juga bisa ketemu orang italia di Jerman, bisa bicara italia sedikit dengan keduanya yang berasal dari Calabria. Sesudah makan, kami kembali ke Gross Gerau. Kunjungan ini memiliki nilai tambah tersendiri dalam refleksi saya, bahwa tempat seperti Marienthal menghadirkan kemungkinan tersedianya ruang-waktu untuk menjawab kerinduan hakiki manusia akan komunikasi dengan Penciptanya. Saya kira KAK memiliki banyak tempat yang ideal untuk maksud ini, tapi dibutuhkan semangat kreatif untuk mewujudkannya. Di atas semuanya, yang terpenting adalah ketersediaan ruang batin dan waktu pribadi untuk berkomunikasi dengan Tuhan di manapun, kapanpun dan bagaimanapun situasinya.
Makan Bersama Para Sahabat
Satu pengalaman menarik juga selama berada di Gross Gerau adalah makan bersama ibu Irmgard dan teman-teman sekolahnya ketika SD, di restoran. Rupanya acara makan bersama ini rutin setiap bulan. Mereka berjumlah 7 orang, 6 perempuan dan 1 laki-laki bernama Helmuth yang berusia 86 tahun. Waktu itu Helmuth membawa foto-foto waktu mereka masih bersekolah di SD. Kebanyakan dari mereka telah meninggal dunia. Sambil makan dan ngobrol, mereka mengenang masa-masa di sekolah dulu. Karena tidak bisa berbahasa Jerman, saya hanya diam dan berusaha menangkap pembicaraan mereka. Tapi mereka semua senang menerima saya makan bersama mereka. Saya diperkenalkan oleh ibu Irmgard sebagai seorang pastor dari Indonesia yang tinggal di Roma untuk belajar teologi. Helmuth dan 4 ibu lainnya protestan, sedangkan ibu Irmgard dan seorang ibu katolik. Rupanya mereka bangga juga karena paus sekarang orang Jerman dan itu terdengar dalam pembicaraan mereka. Suatu pengalaman yang menarik. Orang-orang ini berusia rata-rata 85 tahun, namun mereka masih tampak sehat dan awet. Pertemuan ini menjadi sarana komunikasi antar mereka untuk saling berbagi pengalaman dan meneguhkan satu sama lain, sehingga di masa tua pun mereka tidak merasa sepi, terasing, sendirian, tapi masih memiliki sahabat-sahabat akrab. Pengalaman bersahabat ini adalah kekuatan bagi mereka untuk terus menjalani hidup dengan gembira. Saya lalu merenung, bahwa hal semacam ini juga bisa dilakukan bagi dan oleh para orangtua kita di Kupang, di Indonesia. Paroki dapat merintis sebuah pastoral manula dengan menyediakan ruang, waktu dan pendampingan pastoral untuk pertemuan persahabatan berkala yang memungkinkan mereka mengalami kegembiraan dan harapan baik di masa tua.
Demikianlah satu dua pengalaman di Gross Gerau yang sempat dicatat untuk dibagikan kepada siapa saja yang membaca sharing ini. Semoga menumbuhkan inspirasi tertentu untuk tetap setia dan berkanjang dalam menghayati hidup kaya arti. Tuhan memberkati!
Salam dari Roma
Rm. Sipri Senda (nnakfatu@yahoo.co.id)
Baca Juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...